Selasa, 15 November 2016

tentang penakhluk kilauan awan

Hai...
...
...
*ceritanya udah lama gak ketemu
*suasana jd canggung, karena bingung mau bahas apa dan mulai dari mana.
*kodok sudah mulai bertatapan dengan tokek. Ada apa gerangan si empu blog tiba2 nongol lagi setelah berwindu windu mengubur rindu? *apasih.


Hmm..

Tau gak? Hari selasa kemaren muncul fenomena supermoon loh. Fenomena yg jarang terjadi gitu, dan bulan keliatan gede banget diliat dari bumi. Lucu deh. Hehe Kemaren kamu liat bulannya ga? *krik

*hening
*tak ada jawaban.

Hmm... Saya kesini cuma mau merapel tulisan tentang semua yang terjadi selama saya cuti nulis, karena kemaren2 tuh takut kelepasan gitu. Oke habis saya cerita giliran kamu yang cerita. Setuju! Senyum dong. CHEESEEE... ! *cekrek.



Dulu sekali, tahun 2011, ketika saya masih kuliah tingkat 2, ketika belum mengenal bedak dan lipstik. Ketika masih berkutat dengan jas lab. Ketika..*halah. Habis isya, saya dan teman2 permatagama sepakat untuk pergi ke Alkid. Itu pertama kalinya saya diajak ke Alkid. Kamu tau? Pertama kali saya mendengar kata Alkid, yang ada diotak saya adalah tempat dimana banyak anak-anak. Isinya perosotan, ayun ayunan, mandi bola. Iya saya kira Alkid penulisannya adalah "All Kids". Ternyata singkatan dari Alun-alun kidul. wkwkwk. Sumpah saya kira All kids loh. ckck

Tak kusangka, Alkid akan menjadi tempat pertama kalinya saya mengenal dia. Siapakah dia? Jeng jeng..... Dia, seseorang yang kelak akan duduk bersama saya di pelaminan. *tsah. Iya tapi bukan sebagai tamu. Hoho. Jadi aku mau ceritain dia gitu disini. Romantis kan?




Saya masih ingat, malam itu dia pakai switer orange. Ketika itu atau bahkan bertahun tahun setelahnya, saya tak pernah ada feeling apapun tentang dia. Sama sekali. Kesan pertama saya adalah dia agak tengil, kalem, tidak begitu ramah, dan tidak banyak bicara. Dan kesan pertama dia terhadap saya, katanya saya cerewet, banyak bicara, dan sok akrab. *what?

Dia adalah mahasiswa baru di UGM tahun 2011. Namanya Dimy. Saya yang 2009, merasa senior ketika itu. Jadi biar saya konfirmasi ya, saya bukannya sok akrab hellow dengerin ya, saya selalu ingin siapa saja mahasiswa baru di Jogja yang sama2 anak rantau apalagi sama2 dari Tasikmalaya merasa diterima di kota rantaunya. Tidak merasa sendiri. Bahwa ada kami, permatagama yang merangkul Maba di UGM. Gitu loh. Huh. Kurang baik apa coba saya?

Belakangan saya baru tahu ternyata dia sebenarnya 2009 juga, pernah kuliah 2 tahun di Polban, tapi pindah UGM. Kelak saya dan dia akan mengerti bahwa ada rencana besar Allah SWT memindahkan dia dari Polban ke UGM. Penasaran kan? *nyeduh kopi dulu biar gak teler.

Jadi, karena kami sama2 orang Tasikmalaya. Pertemanan kami berlanjut dengan wadah organisasi Permatagama. Kami se genk sering makan bareng, jalan jalan bareng, traveling bareng. Pertanyaannya kenapa kami segenk padahal kami beda angkatan? Awal2 sih karena kalo kami maen kurang tebengan motor, jadi dia suka ikutan dijarkom. If u know dulu belum musim Whatsapp atau Line jadi komunikasi hanya mengandalkan sms kalo istilah bekennya dulu itu Jarkon. Jaringan Komunikasi. Dan bandar jarkomnya adalah saya. Jadi ini merupakan hak prerogatif saya mengajak siapa pun yang saya mau. Saya bahkan pernah loh berantem sama Dimar gara2 saya ngejarkom Dimy mulu.

 "Dia kan 2011. Kenapa mesti ikutan dijarkom? Ini akan menimbulkan kecemburuan sosial dikalangan 2011 lainnya blablabla." kicau Dimar.

Saya bahkan hampir dibuat nangis dimar gara2 dia marah krn saya lupa mengetag Anggi dipostingan fb tapi malah ngetag Dimy. Ya namanya lupa kenapa jadi marah marah sih? Ngeliat saya berkaca2, si Dimar langsung nraktir saya. Wkwkkk. Saya doang yang ditraktir sumpah demi apaaah si Dimar bisa jadi dermawan gitu. Robbii sampai bete ngambil kunci motor saya sebagai bentuk protesnya karena saya doang yang ditraktir. wkwkwkkw. Begitulah akhirnya saya gak peduli dengan protesan Dimar mengenai Dimy karena saya pikir Dimy kan aslinya juga sama2 2009, dia asik diajak maen, dan yang penting tebengan motornya berguna buat anak2 jamaah nebengiyah. *sungkem.





Pertemanan kami berlanjut hingga bertahun tahun setelahnya. Banyak tempat yang telah kami singgahi. Kamu akan sering menemukan namanya di Kilauan awan, misalnya disini ada foto dia, yang paling banyak disini Anomali yang hiperbola, dan yang paling lawas disini Balada wisudanisasi. Dari semua cuilan tulisan tentang dia, bisa dirasakan bahwa betapa saya tak terlalu memperhatikan keberadaan dia. Tulisan di "Anomali yang hiperbola memang agak panjang karena sebelumnya saya sempat marah sama dia karena saya di ciye ciye sama tukang becak coba. Minta dikameha meha banget.

Dimy bahkan pernah jadi pasien saya pas koas. Dan sekali lagi, nothing spesial about him. We just friend. Dan dia juga sama sekali gak pernah menampakkan gelagat yang aneh yang melelehkan wanita yang gombal gombal. Gak pernah. (Entah itu saya yang gak ngeh atau gak peka, tapi dia sama sekali tidak kentara).

Oh iya ada cerita lucu tentang dia. Jadi suatu hari saya, dimy,  robbii, alvin, rinda beleu, dan Ena, selaku senior di permatagama diundang untuk ikut Makrab Permatagama. Saya lupa tempatnya dimana. Kami se genk ketika itu bukannya bantu panitia malah asik main Ludo. Wkwk itu masa kecil kurang bahagia banget. Yang main ketika itu saya, Ulur, Dimy, dan Apin. Si Robbii cuma jadi wasit yang manas manasin, dan tiap saya kalah mereka nyanyiin yel yel yang heboh banget tapi saya lupa. Ngeselin banget.

Tiba-tiba ada adek kelas cewe, yang dia terkenal agak genit, datang dan bersalaman dengan kami. Karena si cewe ini cukup berperan disini, untuk selanjutnya kita panggil dia Mawar. *halah.

Mawar ini ngajak salaman kami semua termasuk dimy. Dan yang bikin saya menahan tawa, kegenitan Mawar dibalas dengan muka dingin Dimy. Mawar yang menyodorkan tangan harus menahan malu karena ternyata dimy hanya menangkupkan tangannya di dada. Dan kalo kamu liat tampang dingin dimy dan kekecewaan mawar, kamu akan ngakak sambil bilang "rasain lu. Genit sih" astaghfirullah wkwkwkkw. Iya tau lah ya gimana perasaan kakak kelas liat adek kelas yang menggeliat genit senyum senyum manja gitu kan enek.

Kejadian tak berhenti sampai disitu. Ketika malam puncak acara makrab, kami bersila duduk di tikar dan mendengarkan panitia mempromosikan permatagama dan memperkenalkan personal panitia makrab. Kami genk senior duduk paling belakang. Dan u know what? Mawar duduk deket dimy. Jadi dimy nih duduknya diapit, kanan mawar dikirinya Ena dan sebelah Ena adalah saya. Oh iya kami gak duduk dempet dempetan loh ya. Sebelahan tapi duduknya ada jarak. Kami senior gini gini juga rajin ngaji. *eeaa. Balik lagi ke cerita. Mawar nih kembali melancarkan aksi genitnya, jadi dia melihat kaki dimy dan Ena sama sama ada tahi lalatnya. Mawar memanggil, "a dimy." percayalah, kamu kalo ada disitu dan dengerin suara sama cara bicara manjanya akan muntah kereta. *huek. Dia nunjuk kaki Ena dan Dimy. Tapi sekali lagi Dimy dengan muka jutek cuma mengedikkan dagu yang kira2 kalo ditulis jadi kalimat gini "apaan sih?". Mawar masih menunjuk nunjuk manjah. Dimy masih mengedikkan dagu dan tampangnya itu yang jutek jutek jijik gitu makin bikin saya pengen ngakak sekenceng2nya. Mawar masih tetap nunjuk2 sambil senyum manja. Akhirnya karena saya udah super duper enek, saya membantu menerjemahkan aksi pantomim Mawar. "Ini loh dim kaki kamu sama kaki Ena sama sama ada tahi lalatnya." Dimy cuma bilang "oh" sambil mengerok noda hitam dikakinya yang ternyata coklat nempel bukan tahi lalat. wkwkwk. Ekspresi dimy tetep dingiiinn bangeeett, bikin si Mawar membeku kayaknya. Setelah menyerah dengan Dimy, saya perhatiin kali ini giliran si Robbii yang Mawar incar. Ya namanya juga robbii, ada junior cewe cantik manja kayak begitu ya diladeninlah (jaman robbii belum dapat hidayah wkwkwk). *ampunbi. *sungkem

 Selesai kejadian itu saya blak blakan bilang ke dimy ,"bro, lu kenapa jutek gitu sama Mawar?" sambil saya ngakak. Jawaban dia cuma. "hah? nggak ah biasa aja." still cool. Sumpah ni anak gak peka apa ga peduli, gangerti lagi deh.

Begitulah kami melewati hari-hari di jogja. Hingga satu persatu teman2 Permatagama meninggalkan Jogja. Yang tersisa tinggal saya dan Rindaros yang masih koas, Anggi yang akhirnya kerja di Jogja, Inyong yang masih nyekripsi (teknik sipil 2009), dan Dia yang angkatan 2011 dan mulai berkutat dengan skripsinya.



Saya masih ingat ketika itu 17 Februari 2015. Beberapa hari setelah ulang tahun saya. Dan dia sempet memberi saya kado atas nama personal. Agak aneh sih tapi saya masih tak punya firasat apa2. Paling cuma bilang "Aih cocwiitt" udah. Sedatar itu. Nah di tanggal 17 Februari ini, tepat setelah mendatangi wisuda Inyong. Dia mengirim pesan yang intinya adalah dia ingin mengajak saya serius dan akan segera mengajak orang tuanya datang ke rumah saya. Bisa dibayangkan bagaimana syoknya saya ketika itu. Dunia seperti berhenti. Jam seperti mati. Otak saya juga seperti di pause. Dan saya spontan berteriak di kost "HAAAAAHHH?" "APAAAAAA?" persis kayak sinetron kalo pemeran utamanya tahu siapa ibu kandung sebenernya, tak lupa dengan kamera zoom in zoom out zoom in zoom out.

Bisa dibayangkan bagaimana kisah pertemanan kami selanjutnya. Sangat canggung. Kami mulai jarang makan malam se genk. Awalnya saya yang menghindari dia, tapi setelah saya gak kaget, beberapa bulan kemudian dia yang menghindar. Rindaros teman sekost saya adalah yang pertama tau tentang hal ini. Dia sama tak percayanya dengan saya. Bahkan Anggi sampai menangis terharu karena teman maennya selama ini ternyata ada yang seFTV itu.

Sebagai seorang perempuan, yang membelit pikiran saya ketika itu adalah apa yang harus saya lakukan? Haha beneran. Sebagai perempuan saya pernah suka ke beberapa orang, tapi hanya sekedar simpati. Tapi dimy, sama sekali bukan orang yang terlintas dipikiran saya. Ini kali pertama saya mengalami hal seperti ini. Sejelas ini. Seterang ini. Se to the point ini. Jadi lu yang cowo nih hari gini masih ngasih kode kodean? Nyungsep sana di kali code.

Ada begitu banyak hal yang saya fikirkan ketika itu tentang dia. Tentang caranya yang sama sekali diluar harapan saya selama ini mengenai taaruf. Dan tentang kami yang sama sama belum lulus kuliah (Dimy sudah punya penghasilan kecil2an ketika itu).

Dan dari banyak hal,yang paling mengganggu saya adalah tentang dia yang angkatan 2011 sementara saya 2009, apa kata orang nanti? Awal2 saya begitu dipusingkan dengan hal ini, walaupun sebenarnya kami seangkatan. Tentang dia yang anak bungsu dan saya yang anak pertama. Saya takut dia kekanakan atau takut saya selalu harus mengalah. Yang intinya adalah saya mengkhawatirkan sesuatu yang sama sekali tak perlu dikhawatirkan dan gak penting sama sekali. Pokoknya, ketika itu saya ingin dia berhenti berusaha, saya ingin dia tahu kalau saya gak ada perasaan apapun sama dia. Saya dengan sadisnya mengatakan bahwa dia nekad dan terlalu terburu-buru. Intinya saya menolaknya dan dengan halus mengatakan boleh kembali lagi setelah sama sama siap. Dan penolakan saya sebelum dia start, ternyata bukannya membuat dia menyerah tapi malah semakin membuatnya berlari semakin kencang. Kami beberapa kali tak sengaja ketemu di kajian. Entah itu di Nurul Ashri, di Mesjid Mardliyah, atau di Book Fair. Bahkan dia, belakangan saya ketahui, ikut kajian pra nikah yang dibidani Hias-nya Mesjid Nuras. Skripsinya ngebut luar biasa. Kau tau? Saya semakin bimbang. Diakah orangnya? Saya istikharah. Dan diingatkan tentang hadist Rasul mengenai kriteria jodoh.

Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Perempuan dinikahi karena empat faktor. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka menangkanlah wanita yang mempunyai agama, engkau akan beruntung.” (HR Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, Abu Dawud Ibn Majah Ahmad ibn Hanbal, dan al-Darimi dalam kitabnya dari sahabat Abu Hurairah ra)

Dan hadist lain.
“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian
ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)

Saya kemudian menyerahkam semuanya pada Allah. Saya yakin, jika berjodoh, akan dimudahkan jalannya. Sekuat tenaga kita menolak, jika sudah takdirnya berjodoh, akan ketemu di pelaminan. Begitupun sebaliknya, jika tidak berjodoh, diupayakan sekeras apapun, tak akan pernah ketemu. Jadi tawakal. Lupakan apa kata orang lain. Dengarkan apa kata Allah.

Singkat cerita, bulan Juli 2015 pertama kalinya dimy dan keluarga datang ke rumah. Tapi ketika itu belum ada kesepakatan diantara kami. Orang tua saya, ayah saya terutama, ingin kami lulus dulu, dan ingin melihat kami kerja. Bahkan bulan Agustus keluarga besar dimy silaturahim ke keluarga besar saya dikampung halaman ayah ibu saya.

Akhirnya setelah bergerilya dengan hawa nafsu dan sekuat tenaga menyelesaikan amanah dari orang tua, saya di sumpah dokter gigi tanggal 2 Maret 2016. Bulan April saya langsung dikhitbah. Bulan Mei, Dimy Wisuda. Dan timbullah kesepakatan tanggal pernikahan bulan september, sehabis lebaran idul fitri dan sebelum lebaran haji. Tapi karena banyak sekali kendala, pernikahan kami mundur dan mundur, jadilah tanggal 01 Oktober 2016.



Banyak yang kaget. Heran. Surprise. Dan ada banyak hal yang bisa saya ambil hikmahnya dari kejadian demi kejadian yang saya lalui hingga bisa menjadi seperti ini. Mengenai berubah drastisnya jalan cerita hidup saya hanya dalam semalam. Mengenai konsep jodoh. Ternyata jodoh emang gak kemana, paling ke temen. Wkwk. Tentang terungkapnya hikmah dimy yang pindah ke UGM dari polban itu ternyata untuk menjemput jodohnya. Membuat saya bersyukur dan bersyukur, bahwa pasti ada sebuah alasan kenapa Allah SWT memilihkan dia sebagai penggenap separuh agama saya. Dia yang kalem. Saya yang cerewet. Dia yang cool, saya yang baperan. Dia yang pengalah, saya yang keras kepala. Saya yang pendek, dia yang tinggii. Saya yang pesek, dia yang mancung. Saya yang cikal, dia yang bungsu. Saya yang bermata hitam, dia yang bermata coklat muda.

Coklat muda, mengingatkan saya pada postingan saya rectoverso. Ini murni tulisan saya mengenai salah satu adegan dari film rectoverso nya Dee Lestari. Saya ngeh Dimy bermata coklat muda aja baru beberapa bulan lalu. Firasatkah? *gakpenting.

Kesan setelah nikah adalah, "Yeay sekarang kalo nonton korea gak curhat ketembok lagi kalo ada adegan romantis. Secara tembok sudah bosan, curhatnya sekarang ke Abang." *muntah.

Saya selalu bertanya berulang kali pada suami saya. "Bang, sejak kapan suka hayati?" *hayati udah gak lelah lagi sekarang bang.* (wanita kalo nanya begini berarti kode pengen digombalin), dia dengan karakter cool nya cuma jawab "gak tau" selalu jawab gak tau. Gak tau. Gak tau mulu. Aaaaaaaaaaaakkkkkk.... *telenhape



ini gambar kira2 captionnya gini, "A, foto yuk" | "Lagi?" | "Kan disini belum." | *cekrek! *pasang muka "ini kapan habisnya sih batre"*



Saya kasih tau ya: Kaum cowo, selain gak peka, mereka juga bukan pengarah gaya yang baik. Dan sangat tidak disarankan minta difotoin mereka kecuali kepepet.

Tips lagi nih, memberikan kalimat instruksi ke cowo harus jelas dan detail. Kalo tidak, mereka hanya akan mengerjakan sejauh yang kita minta. Misalnya minta angkatin jemuran. Ternyata se hanger2nya se gantungan gantungannya mereka angkat dan menumpuk berantakan begitu saja di kamar. Jadi harus jelas dan detail.

Sekian pengalaman sebulan saya hidup dengan cowo.

....

Naaahhh sekarang gantian ceritaaaaaaa