Jumat, 26 September 2014

mengumpulkan jejak yang terserak

"Hallo. Nama saya Rini dan cita cita saya ingin jadi insinyur peternakan seperti bibi saya."

Baru saja saya dapat quote yg keren banget. Katanya ketika kita lelah, maka lihatlah kebelakang, lihat sudah sejauh mana kita melangkah.
Pertanyaannya. Jadi saya sudah lelahkah? Ya. Saya tengah mati matian menahan tangis. *pelukboneka. *yaiks. Wkwkwkk.

Saya ingin memanggil memori saya satu persatu dalam pencapaian cita cita saya hingga sampai disini. Betapa 7tahun lalu tak pernah terbayang sedikitpun saya akan jadi dokter gigi. Tak pernah. Biarlah tulisan ini sebagai penyemangat. Sukur sukur bisa menginspirasi pembaca. Bahwa betapa hidup itu penuh perjuangan, jendral!

Oke mulai dari sebuah diary saya 7 tahun lalu yang mengejutkan saya. Kita lihat. (hiks tolong maklumi kalo bahasanya alay. Itu jaman saya ababil)

......

Diary itu saya tulis 7sept 2007. Haha. Saya memang benci biologi. Benci sekali sampai ubun ubun. Dibanding semua mata pelajaran IPA saya paling benci biologi. Sebaliknya, matematika kimia fisika saya suka sekali, bahkan nilai saya diketiga mata pelajaran itu adalah tertinggi dari semua kelas IPA, tapi hanya ketika ulangan harian. Hahaaaa.

Saya paling suka matematika. Suka sampai ke darah daging pokoknya. Saya selalu akrab dengan guru matematika saya dari orok sampai SMA saking cintanya sama angka. Hahaaa.
(udah. lu dengerin aja deh ya gue lagi narsis. Jangan banyak protes. Lu iyain aja biar cepet kelar ceritanya, wkwkwkw).

Cinta saya pada matematika yang sangat konsisten ternyata tidak berlaku untuk cita cita saya. Setiap ditanya cita2, saya selalu menjawab berubah ubah sesuai kondisi lingkungan dan cuaca saat itu.

Jika dekat dengan bibi saya yang lulusan insinyur peternakan, saya dengan lantang akan menjawab ingin jadi insinyur peternakan ketika ditanya cita2 karena terinspirasi melihat kesuksesan bibi saya yang jadi apoteker di bogor(?) *bingungkanlo.

Pas lagi sayang-sayangnya sama Papah yang lagi baik banget ngasih sepeda baru ketika sepeda saya yang lama sudah tinggal tulang belulang maka dengan lantang cita2 saya adalah ingin jadi polwan. Huehehee...

Begitulah, sejauh ini cita2 yang pernah singgah diotak saya adalah jadi arsitek karena saya suka nonton home sweet home, jadi desainer karena saya suka gambar barbie berganti gaun, jadi wartawan karena tiba2 sy pernah dipuji guru PPKN pas presentasi makalah di SMP, jadi penulis karena waktu SMP dulu lagi booming film eiffel im in love dan tetiba saya berhasil merampungkan 2 novel saya, jadi guru karena dulu pernah dipuji guru pas ngejelasin trigonometri didepan kelas, dan ketika peradaban saya mulai maju saya mulai kepikiran untuk masuk STAN. Hingga cita-cita itu bertahan lama sepanjang masa SMA saya.

Menginjak kelas 3 SMA, saya mulai berfikir rasional dalam mempertimbangkan cita2 saya. Saya suka matematika dan saya mantap masuk STAN akuntansi. Tapi, kendalanya adalah ujian masuk STAN ada diakhir. Setelah SIMAK UI, PBS UGM, UM UGM, dan SNMPTN berlalu baru ujian masuk STAN. Tidak mungkin saya melewatkan serangkaian jalan masuk PTN favorit lain demi menunggu STAN. Bagaimana kalo trnyata saya tak masuk STAN? Walau bagaimanapun saya harus punya PTN pegangan. Begitu fikir saya ketika itu.

Maka, mulailah saya daftar PMDK UI. Ketika itu dipilih 4 calon mahasiswa PMDK yang terbaik disekolahnya untuk masuk UI lewat jalur rapot. Saya lihat rapot saya tidak terlalu buruk ketika itu. Ah ya, syaratnya ketika itu adalah nilai rapotnya naik secara konsisten. Sementara saya? Hahahaaa ngekek jungkir balik. Naik turun bro kayak jalan yg blm diaspal. Garinjul.

Saingan saya di sekolah saya ketika itu ada 4. Yang terjenius di SMA saya ketika itu memilih FK UI, menyusul yang kedua milih Psikologi UI, Teknik Kimia UI, dan yang terakhir milih teknik Industri UI kalo gak salah. Dan saya pilih akuntansi UI. Nilai rapot saya bersaing dengan si TI UI. Beda tipis kata guru BP saya, dan saya tak lolos. Yang lebih keren ke4 teman saya yang daftar PMDK UI lolos ke4nya. Yasudah bukan rezeki saya. Tarik nafas panjang.

Lalu saya beralih ke PMDKnya UGM. PMDK UGM ternyata tak seperti UI. Semua yang merasa nilai rapotnya bagus bisa daftar, namun masih ada tes tulis dan wawancara. Nama PMDK di UGM adalah PBS. Penerimaan Bakat Swadana. Pertanyaannya adalah, saya daftar jurusan apa? Saya ingin sekali daftar akuntansi UGM ketika itu. Tapi konsekuensinya pada tes tulis saya daftar tes IPC (ilmu pengetahuan campuran). Jadi saya harus belajar semua mata pelajaran IPA juga IPS bersamaan. Saya teler.

Lama saya berfikir antara keukeuh daftar akuntansi atau terpaksa memilih jurusan dari jalur IPA. Tak lupa saya libatkan Papah dan Mamah dalam diskusi penentuan masa depan saya*halah. Tak disangka, mamah menginginkan saya jadi dokter.*jeger!!*petir cetar membahana badai tornado.

Begini kalimat mamah ketika itu.
"Dokter gigi we, Ni. Keun we teu kudu dokter umum. Yeuh, mun dokter gigi mah moal aya nu gegedor tengah peuting ngan saukur nyeri huntu. Teu cara dokter umum. Can aya nu jadi dokter dina keturunan urang. Bayangkeun kumaha atohna aki jeung nini di sawah teh cenah 'emh gustiii incu kuring jadi dokter.' kacipta we atohna."

Hati siapa yang tak tersentuh?
Translate:
"Dokter gigi aja, Ni. Gak apa apa ga perlu dokter umum. Kalo dokter gigi kan gak mungkin digedor rumahnya tengah malam hanya karena sakit gigi. Gak kayak dokter umum. Belum ada yang jadi dokter dari keturunan keluarga kita. Bayangkan gimana senengnya kakek sama nenek di sawah, 'Gusti Allah trnyata cucu saya jadi dokter'. Bayangin gimana senengnya mereka."

Kebetulan dari kelas 2 SMA saya pasang behel/braket cekat. Saya sudah sering bolak balik dokter gigi untuk kontrol. Jadi sedikit banyak saya tau kerjanya dokter gigi. Bismillah. Saya pun memilih jurusan pendidikan dokter gigi. Lalu pilihan kedua? Lagi lagi saya galau. Hanya karena suka kimia saya pilih teknik kimia. Maka jadilah saya ikut tes PBS dengan pilihan 1 PDG dan 2 tekim.

Cukup banyak yang ikut tes PBS dari sekolah saya. Tempat tes tulis di jogja. Dan saya berangkat dengan ibu saya berdua. Ibu saya mengajari saya berangkat naik bis budiman. Lalu dari stasiun giwangan naik bis jalur 7 turun di hotel Ishiro jakal km 5. Dihotel saya sudah dipesankan kamar oleh sahabat saya sebutlah namanya Cici. Dia daftar FK UGM. Cici berangkat bersama keluarganya. Ada ibu, kedua kakak lelakinya, beserta kakak iparnya. Kamar mereka tepat disebelah saya. Disebrang saya adalah kamar Kiki dan Pur, laki-laki. Mereka juga daftar FK UGM. Sepertinya dari sekian yang daftar PBS UGM, cukup terhitung jari yang memilih selain FK UGM jurusan pendidikan dokter.

Saya dan ibu baru tiba dipenginapan siang hari. Setelah keliling jakal mendatangi bekas kost mamah saya dulu pas jaman kuliah. Ah ya, ibu saya alumni MIPA UGM. Jurusan fisika. Kata mamah, kalo saya keterima di UGM saya lebih baik kost di bekas kost ibu dulu. Tempatnya memang tua tapi sepi, kondusif untuk belajar. Saya bilang sama ibu kalo saya masih menginginkan STAN.

Sore hari dari rumah ada yang nelepon ibu, ketika itu saya tengah shalat ashar ketika ibu berbicara di telepon. Entah kenapa, ibu saya memekik ketika menerima telepon. Ia menangis sesenggukan menahan jerit. Sontak saja shalat ashar saya jadi tak khusu.

Selesai shalat, ibu cerita kalo kakek meninggal. Innalillahi wainnailaihi rojiun. Saya mematung menyaksikan mamah yang menangis sedemikian pilu. Saya masih ingat, ketika itu jogja tengah diguyur hujan lebat terlihat jelas dari jendela.

"kumaha atuh Ni? Kudu kumaha mamah teh? Lamun teu uih ka tasik da bapak, bapakna mamah sok bayangkeun, pupus. Tapi lamun mamah uih kumaha budak rek ujian asup kuliah." mamah menangis semakin pilu.

Translate: bagaimana ini, Ni? Mamah harus gimana? Kalo mamah gak pulang ke tasik, papa nya mamah bayangin, meninggal. Tapi kalo mamah pulang gimana anak mamah mau ujian masuk kuliah?

Ketika itu saya juga ingin nangis rasanya. Tapi saya harus tegar didepan Mamah supaya mamah percaya kalo saya kuat. Maka bismillah saya jawab.
"Mamah pulang aja ke tasik. Gak apa apa deyni di jogja aja untuk ujian. Disini ada cici, kiki, sama pur. Deyni nanti bareng mereka. Mama jangan khawatir." jawabku sembari tersenyum menguatkan ibu.

Begitulah singkat cerita akhirnya ibu saya pulang duluan ke tasik, meninggalkan saya sendiri di kamar hotel yang luas di tempat asing, jogja.

Kau tau beban mental saya ketika itu? Yang ada difikiran saya ketika itu adalah, ibu saya tidak menemani ayahnya meninggal hanya karena saya. Saya yang mau masuk universitas. Jika karena ini ibu saya harus merelakan saat saat terakhirnya dengan ayahnya, maka paling tidak saya tidak boleh membuat ini sia-sia. Sejak malam itu saya bertekad untuk serius belajar agar masuk UGM kedokteran gigi.

Malam sebelum ujian, cici, kiki, dan pur main keliling jogja entah kemana bersama kakak kakak permatagama (persaudaraan mahasiswa tasikmalaya gadjah mada). Sementara saya? Saya menolak halus dan lebih memilih belajar sendiri di kamar hotel.

Esoknya kami bergegas turun untuk sarapan. Ada kejadian lucu begitu selesai sarapan. Kiki dan Pur pamit ke kamar sebentar untuk mengambil kartu pengenal ujian, namun beberapa saat kemudian mereka kembali dengan tergesa gesa dengan wajah panik. Katanya kunci kamarnya patah, sembari memperlihatkan kuncinya yang patah. Buru2 ibunya cici memanggil petugas hotel untuk membuka pintu kamar. Saya dan cici menunggu dengan panik dibawah sembari sesekali melirik jam. Alhamdulillah kamar bisa trbuka lebih cepat dari yang kami kira. Dan kamipun bergegas untuk berangkat ujian menyongsong masa depan.

Saya ujian di fakultas kehutanan. Dalam sebuah ruangan yang berisi banyak sekali petugas penjaga. Membuat ciut siapa saja yang masuk kedalam ruangan. Jangankan menoleh kanan kiri, untuk bernafas saja rasanya horor sekali ketika itu. Dan bayangkan. Kamu yang SMA mu dari kota kecil yang bahkan untuk lihat dipeta saja harus di zoom dulu. Harus bersaing dengan siswa lain yang pas ujian pake seragam sekolah mereka yang gagah perkasa silau menyilaukan itu. Mereka masing masing duduk di depanmu, belakangmu, dan kanan kirimu. Sumpah deh, itu adalah hari termenegangkan sepanjang sejarah hidup saya melebihi tegangnya menunggu hasil kelulusan UN.

Ada beberapa bundel jenis soal yang dibagikan ketika itu. Seperti biasa, dengan songongnya saya sangat percaya diri ketika mendapatkan bundel matematika. Namun apa yang terjadi? Soal pertama saja nyali saya sudah menciut jadi sebesar upil. Pas bahasa inggris? Alamakjaaannn, jangankan menjawab soal, baca instruksinya saja saya gak ngerti. Beneran deh. Soal PBS bahasa inggris ini lebih sulit dari toefl. Padahal selama kelas 2 dan 3 saya ikut les inggris. Hiks. *galisumur.

Dan begitu bel tanda ujian berakhir, leher saya rasanya rontok semua karena kelamaan menunduk membaca soal dengan jarak sebuku jari dari mata*lebay. Intinya saya betul betul pasrah. Adalah keajaiban dan doa ibu yang membuat saya bisa dinyatakan lolos dari soal soal ganas itu.

Seperti yang tadi diceritakan bahwa saya sendiri dijogja. Maka pulangnya, saya diberi tumpangan gratis naik mobil cici untuk pulang ke tasik. Alhamdulillah senang sekali bisa akrab dengan cici sekeluarga.

Singkat cerita dari semua yang daftar PBS yang keterima dari SMA saya hanya yang daftar Ilmu Gizi, teknik industri, dan saya pendidikan dokter gigi. Masya Allah. Saya langsung sujud syukur. Menangis dipelukan ibu dan nenek. Dan almarhum kakek. Ini untukmu kek. Hiks. :').

Postingan selanjutnya akan saya ceritakan tes wawancara saya yang super duper konyol dan sotoy marotoy.





koas galau

Kamu merasa dunia begitu sempit? Pengap. Rasanya semua usahamu tak menampakkan hasil barang setitikpun padahal ladang gandum sudah dihujani meteor coklat dan jadilah koko krunch. Kamu capek? Lelah? Rasanya pengen kabur sejenak dan semedi di gunung sambil menekan tombol pause agar jam dinding berhenti berputar?
*pukpuk .. Ingatlah kisah ini:

"kemudian rasa sakit akan melahirkan memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia (Maryam) berkata, "Wahai, betapa (baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku mnjadi seorang yang yang tidak diperhatikan dan dilupakan. Maka dia (Jibril) berseru kepadanya dri tempat yng rendah, "Janganlah engkau bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu." (QS Maryam: 23-25)

Ketika Maryam rasanya ingin mati saja karena kepayahan menahan sakit. Jibril menghiburnya dan menyuruhnya menggoyangkan pohon kurma agar buahnya jatuh. Bayangkan dong ibu hamil tua yang menahan sakit banget aja diminta untuk ikhtiar menggoyangkan pohon kurma agar bisa makan. Pernah lihat pohon kurma? Itu gede loh. Menggoyangkannya perlu tenaga banget apalagi oleh ibu hamil.

Semuanya perlu sabar dan ikhtiar. Bahkan ketika kamu merasa hopeles banget dan rasanya pengen gali sumur. Tetep jangan lupa terus ikhtiar.
"Ujung ikhtiar manusia adalah awal pertolongan Allah. Sehingga berikhtiarlah sampai ujung. Sampai ujuuuuung sekali. Sampai rasanya kamu tak sanggup untuk lebih dari ini. Maka insya Allah pertolongan itu pasti akan datang. (sit. Widya Kumalasari, 2013)."

-koas yang lagi galau-

hanya tulisan

"bahkan kini awan berbaikan dg malam yang meniadakannya. Lebih baik seperti ini. Menghilang saja daripada nampak namun mendung. Memuntahkan hujan di musim kemarau hanya membuatnya nampak bodoh di mata semesta. Lebih baik seperti ini. Langit gelap tak berawan. "

Lucu sekali. Saya seperti dendelion yang terbang terbawa angin. Tergantung angin mana yang menerbangkannya ia akan ikut hanyut tanpa tau dimana sebetulnya ia harus berpijak. Bodoh. Ah tidak. Saya tidak mengumpat pada dandelion. Saya suka bunga itu. Cantik. Saya hanya merutuki diri.

Bagaimana ini? Saya bukan mario teguh yang setiap katanya adalah mutiara yang semua orang berebut mendengarnya. Tapi saya ingin blog ini juga menyimpan banyak cerita. Maka simsalabim alaihim gambreng saya tetiba dirasuki mamah dedeh nulis sesuatu tentang makna hidup atau cerita berhikmah yang saya rewrite disini.

Waktu berganti. Aha saya menemukan sajak liukan penuh ruh sastra dalam tulisan sang pujangga. Maka jeng jeng jeeeeenggg tetiba saya disulap bagai sapardi djoko damono dalam menggubah kata.

Atau kadang ketika saya lagi kesal luar biasa sementara hanya tulisan yang mengerti bahasa saya, maka taraaaaaaaa.... saya memperlakukan blog ini bagaikan buku diary. Aneh sekali.

Kadang saya ingin sekali blog saya dibaca siapa aja orang yang mau berbaik hati membaca kekacauan otak saya disini, tapi kadang juga tak mau ada yang bacaaaa pengen diumpetin aja kayak diary. Aih...

Tolong beri saya alasan untuk terus menulis tanpa peduli mau berada dimana muara blog ini sebetulnya!

Saya suka dongeng, saya suka sastra, dan saya juga suka curhat. *eh.

Haruskah saya menggabungkannya?

Yup, ide bagus.
Oke done!!

Minggu, 07 September 2014

that perfect girl is gone


Let it go, let it go!
Can't hold it back any more.
Let it go, let it go!
Turn away and slam the door.
I don't care what they're going to say.
Let the storm rage on.
The cold never bothered me anyway.

Siapa sih yang gak tau lagu ini? Lagu yang lagi happening bingits. Yah kecuali buat kamu yang lama tinggal di gua. Dan saya, manusia yang sebenernya gak begitu update sama lag-lagu luar, tiba-tiba menambahkan lagu ini di playlist hape saya. Gila akhirnya gueh jadi anak gahol. Wkwkwk. Gara garanya lirik lagunya yang dalem banget sih. Its like a mirror for me.*hasyah.

Well, jadi lagu diatas adalah soundtrack dr film animasi berjudul frozen. Film yang memiliki makna sangat dalam. Very deep lah pokoknya. Sampe2 saya sudah nonton film ini 3 sampai 4 kali kagak bosen-bosen. Oke dengerin nih ya saya mau cerita... Ehem uhuk *benerinjilbab.

Alkisah, disebuah negeri hiduplah kakak beradik yang sangat kompak, rukun, dan saling menyayangi. Sang kakak bernama Elsa. Ia sangat menyayangi adiknya Ana. Mereka sering bermain salju bersama-sama. Terlebih elsa yang ternyata memiliki kekuatan ajaib yaitu kekuatan menciptakan es/salju buatan dari ujung-ujung jemarinya.



Lalu di suatu malam, ana membangunkan elsa. Ia merengek mengajak elsa bermain salju dan membuat boneka dari salju. Elsa pun memenuhi keinginan ana dan mereka bermain salju di aula istana. Ah ya saya lupa mengenalkan mereka bahwa mereka adalah anak dari raja dan ratu dari negeri Arendele. Oke balik lagi ke cerita. Sampai mana tadi? Ah ya... Ketika tengah asyik bermain salju, Elsa kewalahan menghentikan Ana yang terlampau semangat melompati gundukan salju, sehingga Elsa terpeleset dan luncuran salju dari ujung jarinya lepas kendali dan mengenai kepala Ana. Gedubrak. Ana terjatuh dan ia pun tak sadarkan diri. Sebagian rambutny memutih. Tak hanya itu, sekujur tubuhnya membeku dan Elsa tentu saja panik memanggil ayah dan ibunya.



Untungnya ayah elsa sigap membawa ana kepada seorang kenalan yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit Ana. Sang penyembuh berkata "ana dapat sembuh. Untungnya yang trkena serangan adalah kepalanya. Bukan hatinya. Jika hati yang terkena maka tak bisa disembuhkan." begitulah hingga akhirnya Ana dapat smbuh seperti sedia kala namun konsekuensinya adalah seluruh ingatannya hilang termasuk ingatannya mengenai kekuatan yang dimiliki kakaknya, elsa. 

Orang tua elsa meminta elsa untuk belajar mengendalikan kekuatannya. Dan menyembunyikannya dihadapan semua orang termasuk adiknya. Ayahnya bahkan memberikan elsa sarung tangan agar tangan elsa tak sembarangan membekukan apapun yang ia sentuh. Begitulah hingga sang raja memutuskan untuk menutup rapat2 istana dari orang2 luar. Bahkan prajurit istana pun dikurangi dan hanya prajurit terpilih yang dibiarkan tetap dalam istana.

Sejak kejadian cederanya Ana oleh kekuatan sihir elsa. Elsa memutuskan untuk menjauhi ana dan tak pernah mau lagi bermain ataupun hanya sekedar bertemu dengan Ana. Tapi ana tak pernah bosan mengetuk pintu kamar elsa, memanggilnya, dan mengajaknya bermain. Adegan ini bikin saya berkaca-kaca deh. Hiks. Kebayang dong gimana menderitanya jadi elsa yang harus mengunci diri bahkan dari adiknya sendiri. Padahal maksudnya baik, ia hanya ingin melindungi adiknya dari kekuatan sihirnya. Dan ana yang tak mengerti apa-apa, tentu saja sedih karena kakaknya tiba tiba berubah drastis menjauhinya. Begitulah hari demi hari mereka lalui dengan kesepian.

Hingga disuatu hari ayah dan ibu mereka meninggal dalam sebuah perjalanan laut karena diterjang ganasnya ombak. Istanapun berduka. Ana sangat terpukul atas kepergian ayah dan ibunya, semakin membuatnya kesepian karena dalam istana hanya tinggal dia dan kakaknya. Ah ya, bahkan kakaknya tetap tak mau keluar kamar ketika acara pemakaman ayah dan ibunya. "kak, keluarlah, tinggal kita berdua diistana megah ini." bisik Ana dari balik pintu kamar elsa. Elsa ttap tak bergeming, ia menangis di balik pintu kamarnya.

Ana dan elsa kini beranjak dewasa. 3 tahun berlalu sejak kepergian ayah dan ibunya. Saatnya elsa diangkat menjadi putri di kerajaan arendele. Itulah untuk pertama kalinya pintu2 istana dibuka lagi setelah bertahun2 terisolasi dari dunia luar. Ana tentu saja sangat excited menyambut hari tersebut. Elsa sebaliknya, ia sangat gugup menanti hari itu, hari dimana ia akan berhadapan langsung dengan rakyatnya. Ia khawatir akan melakukan kesalahan dan mengungkapkan kekuatannya. Namun ketika upacara pengangkatan tersebut, elsa berhasil mengontrol kekuatannya dihadapan orang banyak. Ketika pembacaan sumpah ia harus membuka sarung tangannya dan mengenggam cangkir dan sesuatu seperti tongkat yang hampir saja membeku dalam genggamannya. Tapi untungnya semua berjalan dengan baik.



Pesta rakyat pun berlangsung semalaman diseluruh istana. Dengan gugup untuk pertama kalinya setelah sekian tahun elsa dan ana akhirnya dapat bertegur sapa. Mereka berbincang, nampak sangat canggung. Elsa yang anggun dan Ana yang sedikit clumsy nampak tersipu-sipu diawal percakapan. Dan ditengah percakapan, ana mengutarakan keinginannya untuk membuka pintu2 istana seperti ini setiap hari. Padahal maksudnya berkata seperti itu hanya untuk mengutarakan kebahagiaannya hari itu. Namun tak disangka Elsa marah dan tanpa sadar ia menolak dengan reaksi berlebihan. Membuat ana tersinggung dan merasa sedih. Ditngah kesedihannya ana bertemu dengan seorang pangeran tampan. Hanya dalam hitungan jam mereka langsung akrab dan konyolnya ana langsung mengiyakan ketika si pangeran melamarnya. *what?



Tak sabar ana dan sang pangeran bergegas menemui elsa untuk meminta restu darinya. Dan tentu saja elsa menolaknya. Merestui adiknya untuk menikah dengan seseorang yang baru saja ditemuinya? Helloooo,,,, dikira segampang nyari upil apa? *sabarsabar *pukpuk.

Mendengar ketidaksetujuan elsa atas hubungan ana dan pangeran, ana pun marah dan ia meminta penjelasan elsa mengenai alasan ketidaksetujuannya. Ana menarik sarung tangan Elsa dan melepasnya ketika elsa hendak menghindar. Elsa yang sarung tangannya dilepas sedikit panik namun ia berusaha mengontrolnya. Tetapi ana malah semakin memancing emosinya, maka tentu saja elsa semakin lepas kendali dan tanpa sengaja ia meluncurkan es batu dari ujung jari-jarinya yang tidak menggunakan sarung tangan.

Seisi istana kaget bukan main melihat kemampuan elsa. Ditambah lagi ada orang jahat yang mengompor-ngompori rakyat dengan mengatakan bahwa elsa adalah ahli sihir dan monster berbahaya. Elsa ketakutan. Tanpa sengaja tangannya membuat apa saja yang ia sentuh membeku termasuk air mancur dihalaman istana. Rakyat yang menyaksikan kejadian tersebut berteriak ketakutan. Elsa pun segera berlari sekencang2nya menjauhi istana meninggalkan jejak salju dan membekukan apa saja yang dilaluinya.

Sementara ana? Tentu saja ana kaget mengetahui kekuatan ajaib kakaknya. Dan ia merasa bersalah atas sikapnya dan memutuskan untuk pergi mencari kakaknya.

Yah begitulah. Sampai disini saja sudah banyak sekali hikmah yang bisa dipetik. Elsa misalnya yang sudah tak tahan lagi harus bersembunyi dari orang banyak mengenai siapa dirinya tentu saja lama-lama membuatnya stres. 

Bertahun-tahun mensugesti diri, dont let them in, dont let them see. Be the good girl you always have to be. Conceal, dont feel, dont let them know...

Dan saya dengan segala kesotoyan saya bisa merasakan alangkah menderitanya jika jadi dia. Anggaplah kekuatan salju yang dimiliki elsa adalah bakat seni yang saya miliki *halah halah *toyorkepala. Saya suka bernyanyi. Kapanpun. Tak tau waktu. Tapi sebagus apapun suara saya, paling banter saya hanya bisa konser dikamar mandi, hiks. Itu kali ya yang dirasakan elsa pas dia harus mengendalikan kekuatan saljunya dikamarnya. *apasih.

Elsa berlari meninggalkan istana. Ia malah membuat istananya sendiri disebuah pengunungan utara. Istana yang terbuat dari es. Megah. Cantik. Berkilau. Dan yang terpenting tak ada seorang pun disana.

Let it go. Let it go. Cant hold back anymore. Let it go let it go. Turn away and slam the door. I dont care what they're going to say. Let the storm rage on. The cold never bothered me anyway.

Yah, bener kata elsa. Harusnya kita menjadi diri sendiri. Gak usah mempedulikan apa kata orang lain. Capek. Mendengarkan apa kata orang tak akan pernah ada habisnya. Pernah dengar cerita tentang keledai, kakek tua, dan cucunya? Begitulah sikap penonton. Hanya bisa berkomentar. Lalu bagaimana seharusnya kita bersikap? Cukup menjalani apa yang kita yakini.

Kau tau kenapa sekarang tulisan saya sepi di blog ini? Juni. Juli. Agustus. Mereka berlalu begitu saja tanpa meninggalkan jejak tinta apapun di blog ini. Haha ya, saya terlalu banyak berpikir apa kata orang ketika hendak menulis. Itu kesalahan saya. Padahal jika just write what u think and what u feel masalah akan menjadi sederhana.

The fears that once controlled me, cant get to me at all. Its time to see what i can do, to test the limits and break through. No right, no wrong, no rules for me. Im free!

Saya suka kata2 ini. Meruntuhkan semua dinding yang menjulang tinggi yang menghalangi pandangan. Ketakutan. Ya saya benci rasa takut. Karena ia telah mengontrol kita tanpa kita sadari. Mengebiri potensi. Membohongi diri. Takut jika terlalu jujur pada diri. Terhantui sesuatu yang sebenarnya tak ada. Terlalu terpaku pada aturan. Takut dibilang salah. Takut pada kebenaran diri. Just feel free and u can see what u can do.

Yah tapi mungkin dengan begitu elsa tak takut menjadi liar. Tapi saya? Saya takut terlalu liar. Nah loh, ababil kan gue? Zzzzzz.... But easy bro, diakhir cerita kau akan tahu kekuatan lain apa yang bisa mengontrol kekuatan elsa agar tak menjadi liar. Balik lagi ke cerita...

Jadi yang menarik disini, kelihatan sekali bahwa elsa sangat dewasa. Dia sudah gak ababil lagi kayak saya dong. Oho...dia juga teguh pada keputusan awalnya. A ya A. B ya B. Ia membiarkan yang lalu dibiarkan berlalu...

Im never going back, the past is in the past. Let it go. Let it go. That perfect girl is gone. 

Elsa yang cantik. Elsa yang putri dari raja dan ratu dinegrinya. Elsa yang anggun. Elsa yang kaya. Elsa yang bangsawan. Elsa yang cerdas. Keturunan ningrat. Darah biru. Tentu saja harus mati-matian menutupi kekurangannya demi nama baik dia dan keluarganya. Satu2nya cela yang ada pada dirinya adalah kekuatannya. Bayangkan! Yang dianggapnya sebagai kekurangannya justru adalah kekuatannya. Tapi ia kebiri mati-matian kekuatannya itu, hanya demi dianggap perfect. 

Coba kalo ada seorang saja yang mempercayainya. Yang bisa menerima 'kekurangannya', bukan sebagai cela tapi justru melihatnya sebagai kelebihan. Elsa tentu tak akan tertekan bertahun-tahun mengebirinya. Ia hanya butuh orang yang mempercayainya bahwa ia bisa mengendalikan kekurangannya itu menjadi sebuah kelebihan. Ia hanya butuh orang yang menepuk pundaknya dan tersenyum padanya bahwa "itu bukan sesuatu yang memalukan, kau hanya perlu mengendalikannya dan membuatnya bermanfaat." Intinya adalah elsa korban judgement orang yang tak bertanggungjawab. Itulah kenapa saya benci sama orang yang gampang banget suudzon. Gak tabayun dulu langsung menjudge. Kelaut aja deh. *kenapa jadi pake urat? Wkwkwk... Ya Allah jauhkan saya dari sifat suudzon. Aamiin.


Oke oke kita teruskan ceritanya. Sampe mana tadi? Hah? Hmm..
Well, diakhir cerita, seseorang itu yang bisa menerima elsa apa adanya. Tak lain dan tak bukan jeng jeng jreng.... adalah adiknya. Ana. Ana dengan cinta tulusnya mau menerima elsa seluruhnya seutuhnya. Ana yang tau elsa yang sebenarnya namun tak meninggalkannya. Ana lah yang memberikan cintanya yang tulus dan kasih sayangnya kepada elsa. Hingga kehangatan cinta ana mampu mencairkan es yang ada pada kekuatan elsa.*halah bahasa gue sinetron banget.

Yup benar... Ternyata cara untuk mengendalikan kekuatan elsa adalah cinta. Cinta yang tulus mampu mencairkan hati yang beku. Sangat menyentuh kan?. So swiiit bingits kan endingnya?

That perfect girl is gone. You'll never see me cry. Here i'll stand. And here i'll stay. Just let it go. :)