Kamis, 20 Desember 2012

Naura

Rasanya kayak digablog tau? Perih. Sesak. Kayak digencet. Ngilu.
Panas. Padahal waktu menunjukkan pukul 8 malam dan jelas-jelas jilbab lebarnya mengepak-ngepak di terpa angin malam. Tidak. Bukan! Bukan badannya. Tapi bola matanya yang panas. Sehingga ketika kelopaknya mencoba untuk meredam orbita, menyeruaklah butiran-butiran kristal disudutnya. Pedih.

Dan wanita berseragam merah itupun memarkirkan motornya di halaman kostnya. Turun. Membuka helm dan segera menyeka air matanya. Ia buru-buru berlari menuju kamarnya, khawatir berpapasan dengan Rani-tetangga kamarnya-berabe kalo ketauan dia menangis. Ah sudahlah dia sedang malas diwawancarai.
Begitu memasuki kamar, ia membanting tasnya, dan duduk memeluk lutut di sudut kamar. Rasanya ia ingin menjerit sekencang-kencangnya. Ia lelah. Lelah pikiran dan tentu lelah raga.

Harusnya hari ini adalah hari kebahagiaannya, hari perayaannya. Ia telah terbebas dari amanah yang sudah satu semester ini serasa mencekiknya. Ditambah lagi ia sekarang sedang mengantongi amplop tebal berisi uang gajihnya. Dia-sebut saja Naura-baru saja turun dari jabatannya sebagai koordinator/ketua/pemimpin/apapunlah itu. Yang jelas ia merasa satu semester kebelakang adalah satu semster terpanjang dalam hidupnya. Semester terberat-tentu saja. Sesak rasanya ketika ada salah satu bawahannya di akhir periode mengatakan bahwa ia tak tegas. Sungguh ia merasa gagal. Kata-kata itu serasa merobohkan mentalnya. Dan sekarang begitu semua selesai ia merasa sangat bodoh. Ia akui bahwa selama masa jabatannya itu ia merasa tak total. Bagaimana tidak? Awalnya ia dipaksa untuk menjadi koor. Ia dipilih. Ia telah dipercaya menerima amanah itu. Tapi nyatanya amanahnya tak hanya itu. Ia juga menjabat koor di lembaga lainnya. Maka ia merasa terseok-seok menjalani semuanya. Itulah sebabnya ia menangis. Ia merasa gagal. Sungguh.

Selesai wudhu, ia segera mendirikan shalat isya.
Allaaahu akbar!!
 
"Alhamdulillahi rabbil 'alamin"
Allah berfirman: "Hamba-Ku telah memuji-Ku"

"Arrahmanirrahiim."

maka Allah berfirman, 'Hamba-Ku telah menyanjung-Ku'.
 "Maalikiyaumiddiin."
maka Allah berfirman, 'Hamba-Ku telah memuliakan-Ku'.
"Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin"

'Hamba-Ku telah berserah diri kepada-Ku'.
'Inilah bagian diri-Ku dan hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku apa yang ia minta'
'Ihdinashirathalmaustqim shirathaladzina an'amta 'alaihim ghairil maghdhubi 'alaihim waladholin'
  maka Allah berfirman, 'Ini untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku pula yang apa yang ia minta'."

(Demikian pula diriwayatkan an-Nasa'i).
 Naura pun seketika menangis tergugu berguncang bahu.

"Aamiiin."

Dan Naura berharap kata 'amin'-nya itu berbarengan dengan malaikat Allah. Agar diijabah apa yang menjadi doanya.

Ia mohon ampun atas kelalaiannya. Ia mohon ampun atas kegagalannya. Atas ketidakmampuannya menjadi pemimpin yang adil.

"Allaahurobbi... Astaghfirullahal 'adzim..."

Rabu, 19 Desember 2012

-_-"

Parau. Memori ini seperti kaset rusak. Tersendat dan mampat disana-sini. Banyak yang ingin saya tulis. Banyak sekali. Bertumpuk-tumpuk dibalik temporal. Tapi kusut dan sulit diurai dari mana awalnya.
Hanya saja besok saya responsi. huks. :'(

Hipotesis saya adalah, inspirasi itu kadang datang tanpa diundang selain ketika nongkrong di WC juga ketika besok mau ujian. Mendadak semua isi otak menyeruak berlomba-lomba ingin dimuntahkan. Di sisi lain otak saya harus saya jejali dengan materi ujian besok. Jadi??? Wahai otak, haruskah saya muntahkan dulu inspirasi ini lalu kemudian baru dijejali dengan bahan : isolasi mulut dan pemasangan rubber dam, restorasi SIK, mahkota jaket, mahkota inti pasak, dan segala antek-anteknya.... ???

Helloo masalahnya saya hanya punya waktu 24 jam!! Dan itu rasanya tak cukup untuk saya *tsah. *cipratin-keringat.
Jadi sekarang saya harus bagaimana?? Menulis kah?
zzzzzz... *ambil buku*
rrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr....
nnnnnnnnnnnnngggggggggggggggggggggggggggggggggg......................
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm.......................

ssssss............................. *ceritanya lagi baca*
*lempar buku*
*buka blog*
*nulis*
sret....sret....sret....
udah!
fyuh....otak agak ringananlah dikit.

*ambil lagi buku*
Hosh!!
oke sodara sodara!! semangat menggebu semester akhir harus terus-terus dipupuk. *huks.
Smngat!!!! :D

Yogyakarta, 19 Des 2012 jam 23:00
Di temani piko
*jangan ditiru*...-_-"

Minggu, 16 Desember 2012

tentram

Terpejam sejenak.
Ketika palpebra ini bertautan. Mata diselimuti hitam. Pekat. Gelap.
Karena hanya dengan terpejam, hati kan tentram.
Seolah mendadak hati memiliki gemma gustatoria.
Pori kuncup kecapnya mekar. Sinyal-sinyalnya menyeruak. Berikatan dengan reseptor sensori.
Rasanya lebih kental.
Menggumpal.

Entahlah...
terkadang hanya dengan terpejam nampaklah keindahan.
terkadang hanya dengan terpejam terasa lebih menentramkan.
karena hanya dengan terpejam siapapun 'kan mimpi.



ini tentang rasa...
Seperti disiram air kutub utara.
Seperti dawai yang berbisik merdu.
Seperti aliran air sungai di bawah rimbunan hutan hijau.
Mendesau. Semilir. Kadang beriak menimbulkan getar dan denting. Lalu hening...

tentram.
Setetes embun itu menyirami hari ini
berwarna.
seolah mentari tersenyum manis pagi ini.

Oke berhenti bertele-tele!! Intinya....
Hari ini Mama di Jogja.  ^_^
Dan yang paling penting....
Hari ini saya punya ajudan yang bisa saya suruh-suruh. Haha.
Hari ini ada adik laki-laki saya yang bisa bebas saya jitaki. *evil-smile...
Hari ini saya gembira karena ada yang bisa saya kerjain sampai nangis. wkwkwk.
Ayeeee......*niup trompet *nari pompom *gebukin meja. BUK!! PLok!! Plak!!! GEdubraK!!!!$**^P%^$#
Jadi... um... eng...grrr.....Inilah yg bikin saya tentram....^,^9... :D :D. *peluk-adek-kenceng-kenceng. :* :* :*

Senin, 10 Desember 2012

Saya jadi Kapten Bajak Laut

Pernahkah kamu bersyukur memiliki mata? Dapat melihat kanan dan kiri secara proporsional. Menatap dunia yang berwarna. Dapat mengedip dengan sempurna. Dapat menangis. Melihat dengan sangat leluasa apapun yang kamu mau. Masya Allah... itu adalah kenikmatan, sobat.

Ceritanya kemaren minggu tanggal 9 Desember saya dikeramas. Dan ketika saya hendak menyiram muka, tiba-tiba sesuatu cairan aneh memasuki mata saya dan seketika mata saya terpejam. Perih. Pedih luar biasa. Bahkan rasanya saya ingin mengerang kesakitan. Astaghfirullah. Begitu mata saya bisa terbuka saya merasa otot-otot mata saya kram dan pegal. Satu hal yang sangat luar biasa masih saya syukuri. Saya masih bisa melihat. Alhamdulillah.:'(

Di kaca saya melihat mata saya begitu merah. Masih pedih. Namun karena minggu pagi itu agenda saya sangat padat *tsah, saya pun berangkat dengan berkacamata. Begitulah hingga sore mata saya masih saja memerah dan masih terasa sakit ketika melirik. Maka begitu maghrib segera pulang dan istirahat total.

Esoknya saya heran ternyata mata saya masih memerah walopun rasa pegalnya agak hilang. Saya yang kuliah di kesehatan menyadari betul kehebatan tubuh yang diciptakan Allah untuk melawan serangan-serangan dari luar. Maka saya kemudian berhusnudzon dan memberikan kesempatan sistem pertahanan tubuh saya bekerja. Namun kemudian saya berfikir ada yang tidak beres dengan mata saya. Karena sebelumnya mata saya ini pernah juga kelilipan sampo dan memerah namun gak sampai lewat 1 hari macam bagini. Maka parno-lah saya. Saya pun memutuskan periksa ke RS Sardjito.

Sebenarnya saya yang Mahasiswa punya kartu asuransi kesehatan yang dsediakan kampus. Namun saya dan bberapa teman saya sudah pernah dikecewakan oleh dokter2 disana karena pelayanan yang terkesan asal-asalan dan pemeriksaan kilat lalu tau-tau keluar diagnosis--membuat saya kurang mantap berobat disana. Semacam gak percaya. Hho.

Masalahnya Sardjito itu Rumah Sakit besar. Dan alangkah tidak elitnya ketika dokter bertanya 'Kenapa, dek?' 'kelilipan sampo,dok.' huks. -_-". *gak keren banget. T_T.
Namun dengan semangat ingin sembuh saya pun  memantapkan hati melangkahkan kaki dengan jumawa ke sardjito. Jeng..jeng... begitu sampe sana pasiennya rata-rata Lansia. Yang subhanallah penyakitnya gak main-main semua. Ada yang katarak, glukoma, bengkak, dll. Sementara saya?? Karena sampo gitu? Yaelah jangan2 ntar dokternya bilang 'dek, sejak kapan sampo dipake bilas mata?' T_T.
Sempat terbersit untuk mundur aja. *krik. Manja banget kena sampo doang. -_-" Oke PD tingkat dewa. Pasien adalah Raja u know. ^.^9. Bismillah deh.

Di sardjito, mata saya diperiksa dengan semacam mikroskop untuk melihat adanya (mungkin) bakteri dalam mata saya atau bahkan mungkin defek kelainan epitel mata. Lalu mata saya di tes pH. Lalu dianestesi eye drop. Lalu di warnai katanya untuk melihat defeknya. Dan hasilnya, mata saya terkena trauma basa. PH mata kiri saya 9 (basa) sementara yang kanan normal. Ya bisa jadi dari sampo, bukan dari busanya tapi benar2 dari cairan samponya. -_-" . Amazing kan? Gimana ceritanya coba. Zzzz...

 Dan untuk menetralisir PH mata saya yang basa, mata kiri saya diirigasi. Bayangkan mata saya disemprot pake suntikan raksasa. Tapi dengan memantapkan jiwa raga saya pun pasrah menahan kepedihan mata. *huks.
Disana saya juga sempat diperiksa apakah mata saya minus atau tidak. Untuk pemeriksaan ini saya ditangani oleh Coas. Coasnya cowo rambut di cat pirang setelan boyband gitu. Wot de...? ckckckk. Ternyata demam Korea kini merambah ke dokter muda juga. --a.*penting?

OKe setelah diirigasi, mata saya diolesi salep dan di balut kasa? (?). Iya coba, saya udah kayak Kapten Bajak Laut aja. T_T. Entahlah. Untuk pertama kalinya saya merasa bahwa ternyata mata kelilipan sampo itu bukan hal yang sepele. Kata dokternya, mata saya diirigasi untuk menghilangkan sisa-sisa zat basa di mata. Karena trauma basa jauh lebih berbahaya dari trauma asam. Jika dibiarkan bisa menyebabkan kornea bolong. *Krak!! KAlimat tadi itu cukup berhasil membuat saya parno-aja gak pake banget, dan seketika telinga saya jadi serius menangkap tiap instruksi yang dokter katakan dalam pemberian resep.

Hasilnya, saya harus menebus obat yang harganya tidak sedikit untuk ukuran mahasiswa seperti saya, *huks.
Pertama, eye drop atau tetes mata penghilang iritasi yang harus diteteskan tiap 3 jam sekali.
Dua, eye drop juga, tapi semacam cairan steril yang diteteskan 1 jam sekali
tiga, salep 2 kali sehari tiap sebelum tidur (satu lagi klo tidur siang)
dan terakhir kasa sama plesternya.

Alangkah belibetnya hari yang akan saya tatap kedepan. Hellooo..berawal dari sampo coba?? Astaghfirullah.
Setidaknya sekarang saya tau gmana rasanya melihat dengan satu mata karena mata kiri saya dibalut kasa. Rasanya seperti terjadi distorsi. Kadang ketika saya melihat sesuatu didepan mata saya lalu saya meraihnya seperti estimasi saya meleset dalam hal letak. Berjuta kali kita wajib bersyukur pada Allah karena masih diberi nikmat melihat. Alhamdulillah Ya Rabb.

Btw, 3 hari kemudian saya harus kontrol lagi dan sekalian periksa penglihatan (takutnya minus). Iya jadi pas diperiksa sama koas itu katanya kemungkinan mata kanan saya sedikit minus, tapi yang kiri tak akan valid karena sedang trauma. Oke hikmah kedua dari kejadian ini adalah saya jadi tau kalo saya sering pusing itu kemungkinan karena sepertinya mata saya memang minus.
 Fabiayyi alaa irobbikumaa tukadziban???

Senin, 03 Desember 2012

apapunlah

aku adalah jelaga asap petromak yang pekat.........

adalah tanah gambut yang ditumbuhi ilalang liar dan semrawut..........

adalah puing-puing remahan ranting..........

adalah tumpukan jerami di musim semi..........

adalah benang yang menggumpal...............

adalah cerobong asap..............

adalah hutan tropis...........

adalah kaca kusam...............

atau......

 apapunlah asal aku tak mengeluh.........

aku benci ini...........

sehitam apapun gumpalan awan ini..........

sekeras apapun cengkraman tangan ini......

sepayah apapun aku menahan teriakan ini............

apapunlah asal aku tak mengeluh..........

hujan......aku mohon datanglah....

temani butiran lakrimal ini jatuh ke bumi

dia tak boleh sendiri

hujan... datanglah...

sekejam apapun kau menukik....
..............kau selalu kurindui.................


Senin, 19 November 2012

warna

*Kisah ini terinspirasi dari kisah nyata.

Sebut saja namanya Ririn. Mahasiswa berjaket ungu itu tengah duduk di depan meja sebuah toko. Ia sibuk memperhatikan seorang anak kecil dekil berbaju kuning. Entah sedang apa, anak itu tengah kasak kusuk di depan rak alat elektronik. Hingga kemudian anak itu berbalik. dan Ririn pun bisa melihat jelas wajah anak itu. Rambutnya sebahu, pirang, tipis, dan gimbal. Ia kurus kering, bahkan tulang belikatnya menyembul lewat kerah bajunya yang kebesaran. Matanya sayu. Entah tak tahan menahan kantuk, menahan lelah, atau..... mengiba. Gurat-gurat wajahnya seperti menanggung beban pikiran yang begitu berat. Tak ceria seperti layaknya anak seusianya.

Ririn merasa familiar dengan wajah anak itu. Ia selama 3 tahun berkuliah memang sudah terbiasa melihat bocah kecil itu di pinggir jalan. Anak itu terbiasa menjadi peminta-minta di lampu setopan dekat kampusnya. Dulu sekali, Ririn pernah melihat wajah anak itu lebam dan diarea pipinya ada luka seperti bekas sundutan rokok. Penasaran Ririn bertanya pada anak itu ketika ia mendekat. Tapi lampu setopan itu terlanjur hijau, dan Ririn tak sempat mendapatkan jawaban.

Dan sekarang ia malah bertemu dengan anak itu disini. Pertanyaannya adalah, apa yang anak itu sedang lakukan dalam toko? Ririn tak melihat ada orang dewasa yang mengikuti anak itu atau yang diikuti anak itu. Ririn menduga anak itu sendiri dalam toko. Untuk apa?


"Dek lagi apa?" Dengan sok kenal sok akrab Ririn memanggil anak itu.
 Anak itu mendekat. Lalu tiba-tiba ia menunjuk sesuatu di rak belakang Ririn.
"Apa dek?"
"Mau gambar." anak itu bergumam pelan.
Kening Ririn mengernyit sembari kembali membalikkan badannya memandang ke arah rak dibelakangnya. Oh rupanya anak itu menunjuk deretan pensil warna.
"Pensil warna?" tanya Ririn
"Iya, buat gambar. Besok di sekolahku ada lomba gambar." anak itu menjawab tanpa sungkan.

Ririn menatap kebeningan kedua bola mata anak itu. Ia ingin melihat kejujuran darinya. Tapi nihil. Ririn hanya berhasil menangkap kepolosan.

"Kelas berapa, dek?" tanya Ririn
"Kelas 3."
"Dimana rumahnya?"
"Di pinyit."
"Besok gak sekolah po?"
"Sekolah. Kan senin." Akhirnya kedua mata anak itu menatap Ririn. Ririn tersenyum dan anak itu membalas senyum. Manis sekali. Seolah gurat itu baru pertama kali terlukis di wajahnya. Tiba-tiba saja Ririn begitu bersemangat.
"Adek yang biasa di lampu setopan sana ya?" ujar Ririn sembari menunjuk ke arah luar pintu.
"Lampu setopan itu apa?" Ririn membalas senyuman.
"Bangjo di depan sana itu loh."...
"iya."
"Dimana ibu?"
"Disana." dia menunjuk keluar pintu toko.
"Belum pulang jam segini?"
"Nggak."
"Terus nanti tidurnya?"
"Tidur di pinggir jalan, mbak."
"Kenapa? Gak dingin po?"
"Tidur di rumah gak muat, ada nenek."
Hati Ririn trenyuh. Mencelos. Seperti naik roler coaster di turunan. Ia berkali-kali berdzikir menyebut asma Allah dalam hatinya.
"Kita belum kenalan. Nama saya Ririn. Adek siapa?" tanya Ririn sembari menyodorkan tangan kanannya mengajak bersalaman.
"Puji."
Senyum anak itu kembali merekah. Keceriaan itu sepertinya sudah lama ditelan beban. Seolah ia memang dipaksa untuk dipahat dengan wajah mengiba.
"Duduk sini!" Ririn menarik kursi didepannya. Kemudian Puji duduk.
"Punya kakak?"
"Punya banyak."
"Adik?"
"Ada satu."
 ------------------------
---------------------------------------------
-----------------------
Pet!!! Lampu layar tivinya mati...--------------------------------------------
#Hmmmm sori roll filmnya habis. Dan beberapa adegan hilang -_-"
--------------------------------------------------------
------------------------------------

Ririn keluar dari toko menuju parkiran motor. Dan ia terkejut melihat ada makhluk kecil melambaikan tangan. Ah itu Puji. Puji bersama 2 orang yang mungkin ayah ibunya. Mereka bertiga tengah duduk-duduk santai di emperan toko yang etalasenya sudah tutup. Ririn membalas melambai dan tersenyum ke arah Puji. Hanya kepada Puji. Ririn tak mau memandang lama-lama ke arah ke2 orang dewasa itu. Ia langsung melajukan motornya dan berhenti di lampu setopan tempat Puji biasa meminta-minta. Benar saja. Puji mendekat. Lalu tersenyum sangat riang. Alangkah manisnya anak itu. Ia lalu mulai meminta-minta, menyusuri satu demi satu pengendara motor di depan Ririn. Wajahnya kembali dipasang menghiba. 

Sekarang justru Ririn yang senyumnya tercekat. Otot-otot sudut mulutnya kaku. Ada sesuatu yang menyesak di dada Ririn. Bagaimana bisa bocah sekecil itu dididik untuk meminta-minta? Padahal jelas-jelas orang tuanya menyaksikan dia di emperan toko. Tak sudi Ririn memandang mereka barang sedetik pun. Ia tak mau diam-diam menyimpan kebencian pada orang yang bahkan tak dikenalnya. Ia tak mau mengotori hatinya dengan berburuk sangka. Ia ingat Ustad Syatori pernah bilang bahwa orang-orang mutaqin akan meninggalkan hal-hal yang bisa membuat hati bersu'udzon. Astaghfirullah. Keceriaan Puji terenggut paksa oleh keadaan. Itu bukan keinginan mereka. Ririn tau itu. Lalu apa dan siapa yang harus disalahkan? Ada kegeraman yang bergejolak dalam hati Ririn. Satu-satunya yang bisa ia salahkan hanyalah dirinya sendiri. Betapa ia tak bisa berbuat apa-apa. Senjatanya mungkin hanya doa.
Fabiayyi aalaa irobbikumaa tukadzibaan??? Maka ni'mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan???

tabularasa

cahaya temaram menyiram langit dikala petang

silaunya ditelan malam begitu saja

melenyapkan pekatnya jelaga asap

membungkam bisingnya siang

diganti seruan anak adam ditiap menara yang menjulang

bukankah dengan ini Tuhan masih menyelimuti bumi dengan kasih-Nya?

memberi kesempatan tiap jiwa bernyawa untuk merebah

masihkah si lisan memuntahkan keluh?

padahal dia masih sanggup mengecap manisnya iman

masihkah dada menyesak?

padahal ia masih disuplai partikel kehidupan


tak peduli sekeras apapun siang membanting si tulang

tak peduli seliar apapun hawa nafsu membelenggu


cukuplah bersyukur...

karena taburan cinta, masih Tuhan semai ke semesta...

Jumat, 02 November 2012

Sudah beranjak tua T_T

Sudah terlalu sering diri ini mengintimidasi fikiran. Berlayar terlalu jauh. Lalu bias. Entah yang mana lagi yang nyata dan mana yang maya. Padahal ada dikotomi jelas antara yang realitas dan yang imajiner. Misalnya matematika yang katanya adalah ilmu pasti. Dalam matematika memang kita temukan bilangan real. Tapi kenapa masih ada bilangan pencacah atau bilangan cardinal? Dan di matematika memang ga ada bilangan imajiner. Tapi jika kita bermain fungsi matematika, akar min satu kan imajiner? Thats it? Lalu apakabar dengan satu di bagi nol? Kenapa kalkulator manapun yang saya gunakan untuk menghitungnya selalu memberikan hasil hurup E atau gambar cacing tidur yang artinya 'tak hingga'? Bukankah kata 'tak hingga' itu juga berarti imajiner gajelas. Aishhh... katanya ilmu pasti (?). *sotoysih. Terserahlah. Bagi saya keduanya tetap saja absurb.

Seperti sore ini. Langkah kaki saya yang menapaki jengkal demi jengkal trotoar jalan adalah nyata. Tapi fikiran saya melompat-lompat. Kadang hinggap pada angin yang masih setia memainkan lagunya membuat jilbab saya mengayun mengepak-ngepak. Sungguh elegan (?). Kadang mendarat pada semut yang berlari di anyaman pagar besi sembari memikul remah kue yang bahkan ukurannya lebih besar dari tubuhnya. Kadang pada plastik-plastik sampah yang tak kunjung membusuk ditimbun tanah. Kadang pada asap pekat yang keluar dari knalpot karatan sebuah bus yang seharusnya sudah dimuseumkan. Kadang pada nenek tua. Kadang pada abang becak. Kadang pada mbak-mbak berjas putih. Kadang pada kayu. Kadang pada batu. Kadang pada tanah. Kadang pada pohon. Kadang pada burung. Atau.... sarangnya...(?)



Saya menemukan sebuah sarang burung tergeletak tak bernyawa (?) di jalan setapak yang saya lewati. Ia seperti terletak di tempat yang salah dan pada saat yang salah. Iya sungguh disaat yang salah karena dengan malangnya ia ditemukan oleh saya.
Yang kalo saya belum dewasa maka saya akan membawa sarang itu ke kost dan memamerkannya pada teman saya dan akan saya mutilasi rame2 tanpa berperikesarangan. *apadeh.
Tapi berhubung saya sekarang sudah dewasa (?) paling saya hanya akan menyentuhnya-memfotonya dulu-mengguncangnya-mengintipnya jangan2 masih ada telornya-mengguncangnya lagi karena kecewa ga ada telornya-mengintip lagi karena penasaran-lalu sedikit diremas-lalu remas lagi-masih diremas-diremas-dan yah sedikit koyak-lalu karena kecewa tidak ada apa-apa maka dibuang dan dibiarkan lagi tergeletak seperti sediakala. -_-".

Saya pun akhirnya memutuskan untuk meneruskan lagi langkah yang tertunda. Lagi-lagi fikiran saya terbang. Saya membayangkan bagaimana rasanya memiliki sayap. Memandang bumi dari angkasa tentu akan keren sekali (?). Mengumpulkan satu demi satu rumput atau ilalang hanya mengandalkan paruh. Pertanyaannya, kalo saya butuh keranjang dimana saya bisa meletakkannya? Oh oke cukup diikat. Lalu saya terbang ke atas pohon, memilinnya satu persatu. Menganyamnya entah gimana caranya tanpa bantuan benang dan jarum (?). Dan--kita singkat saja--maka jadilah sebuah sarang. Sarang yang kokoh dan hangat. Sarang yang kalo bahasa korea itu artinya cinta*gak penting!. Sarang tempat dieraminya telur-telur saya (?). Kan ceritanya saya burung (?).

Dan tiba-tiba suara musik berhenti mengalun. Ia merefrein sendiri kembali ke awal. Kembali ke dunia nyata. Oke!

Jadi sebenarnya saya sedang menertawakan diri saya sendiri. Dengan kepedean tingkat dewa saya berkeliling di parkiran sore sepulang ngampus tadi. Mencari motor. Mati-matian saya mengingat dimana saya parkir pagi tadi. Hampir putus asa, tiba-tiba datang Pak Sugeng--satpam kampus saya.
"Nyari apa, Rin?"
"Motorlah, Pak."
Masa iya nyari Buku di parkiran, Pak. *begitu pikir saya dalam hati.
"Emang kamu bawa motor?"
"Iyalah Pak, orang bawa helm." Si bapak hanya nyengir.
"Tenanan koe nggowo motor?" (translate: beneran kamu bawa motor?) 
Alis saya bertaut. Bingung. Hening.
"Eh? Emangnya saya gak bawa motor ya, Pak?" *gubrak
"Ora.! Tadi kamu dibonceng temenmu, Rin, makanya kamu bawa helm."
Tiba-tiba cerah!! -_-"
"Oh iya ya Pak?? Makasih Pak." Lalu ngeloyor pergi nahan malu. Nyari-nyari lubang. Rasanya pengen nyungsep aja buat ngumpet. Etdah anak mudaaaa... T_T. Huks.
Maka beginilah saya. Terlunta-lunta di jalan menapaki senti demi senti trotoar sembari menenteng helm. Rasanya ingin tertawa. Tapi sedih juga sih. Malu sumpah. Itu mana Pak Sugeng tadi ketawanya puas banget pula. Jadi sebenernya siapa yang muda siapa yang tua sih? Huks. T_T

Tiba-tiba entah gimana caranya saya sudah sampai dikost. Tepat adzan maghrib berkumandang. Buru-buru saya masuk gerbang kost. Naik kelantai dua. Nyari-nyari kunci ditas. Naas kuncinya blibet sama sampah-sampah di tas saya (?). Lalu akhirnya ketemu dan saya masuk kamar.
Saya nyari gelas. Mengucurkan minum ke atasnya. Lalu duduk tenang. Mata terpejam dan berdoa. Doa buka puasa.
Allohumma laka tsumtu wabika aamantu wa'ala rizqika aftortu birohmatika yaa arhamarroohimiiin. amin.

Lalu slurp... segelas air itu menyiram kerongkongan saya. Alhamdulillah.
Terdengar suara iqomah. Lalu saya bersiap hendak ke WC. Dan tiba-tiba saya teringat sesuatu...
Oh iya saya lupa bahwa saya sedang libur.
HAAAAHHH????

Hening..........
            Hening...........
                         Hening..........



*Krak.  (Gambar hati pecah jadi dua). Mendingan saya pingsan aja. T_T.
Lalu saya gak makan dari pagi itu ngapain??? *guling-guling.
Ini namanya bukan kerajinan tapi.....Huks..T_T
Ya Allah....
Kenapa saya bisa begitu pelupa?
Apakah saya sudah beranjak tua?
Mengapa saya? Bagaimana? Apa saya? Saya kemana? Manusia? Tua? Amnesia? Aaaarrrrgggghhhhh*%*^^$%*OP^@#^&*(

Sabtu, 27 Oktober 2012

Tentang sate sapi

Daun yang jatuh dari pohonnya menari riang seirama angin di sore itu. Layung yang menggantung di langit mesjid melatari serombongan burung yang terbang membentuk formasi. Sementara si matahari masih mengintip malu dari balik awan. Meninggalkan semburat cahaya orange yang selalu menginspirasi para penoreh warna diatas kanvasnya.

Lantai mesjid goncang oleh suara hentakan kaki-kaki mungil di terasnya. Kadang diselingi tawa renyah yang menggema didinding-dinding mesjid. Seorang dari mereka jatuh berdebam tersandung sejadah. Semua mata serempak menoleh. Tercekat. Khawatir. Seolah waktu mendadak berhenti karenanya. Namun ia segera bangkit. Otot-otot di sudut bibirnya spontan berkontraksi meninggalkan tawa. Ia berdiri malu-malu. Gelegar tawa pun membahana. Gigi-gigi ompong mereka menyembul dari balik bibir.

Oke..lagi-lagi ini cerita tentang anak-anak.

Saya heran. Kenapa mereka suka sekali berlari? Mengejar entah apa dan entah apa yang dikejar. Seolah femur dan tibia mereka terbuat dari besi. Seolah kekuatan mereka hanya didapat dari sekaleng bayam milik Popeye. Dan seolah rasa lelah bukan lagi milik mereka.
Saya jarang melihat orang dewasa berlari. Terlambat masuk kuliah saja mereka tak mau repot-repot berlari. Haha iya tau itu mah saya. -_-".
Tolong jangan bandingkan dengan film india yang adegannya dua sejoli yang berlari-lari di taman sambil ngelilingin tiang!! Itu pengecualian. (yaiks. norak!!)

Hanya suara adzan yang mau menghentikan mereka. Benar saja. Begitu muadzin memegang mic, anak-anak TPA itu buru-buru mengambil posisi mencari-cari alat shalat mereka di tas. Sementara yang dewasa menunduk khusu'. Menikmati alunan suara indah adzan. Adzan yang perlahan beresonansi dan menelusup lembut mengisi tulang sanggurdi. Hati kami mencelos seolah ada kubikan air es menghantam dada. Otot-otot kepala kami berefleksi. Wajah kami dibuai oleh sejuknya buaian adzan nan syahdu.

Shaf depan mulai terisi penuh. Semua bersiap untuk menghadap Rabb kami. Mengulangi ikrar janji penghambaan kami 5 kali sehari.

"... Ku hadapkan muka hatiku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan keadaan lurus dan menyerahkan diri..."

"... Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku semata hanya untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam..."

Ikrar itu melucuti atribut keduniawian kami. Yang mahasiswa, lupa dengan skripsinya. Yang aktivis, meletakkan dulu beban amanahnya. Yang anak kost, lupa dengan tagihan rekening listriknya. Yang pejabat, yang seorang ayah, yang seorang ibu, yang karyawan PLN, yang pedagang bakso, yang tukang sapu, semuanya... Jabatannya kini sama didepan Rabbnya. ... Hamba Allah.

Sujud terakhir begitu shaydu. Seolah Rabb kami berada di setiap nadi kami.  Kini, otak kami berada dibawah. Setiap partikel darah kami perlahan mengalir menuju kepala. Berturbulensi membawa setiap hemoglobin berisi oksigen. Mensuplai nutrisi. Menyambung kehidupan untuk tiap neuron yang hampir koleps karena jenuh bekerja. Sementara hati terletak di atas otak. Bersujud itu berarti memuliakan hati. Kalo kata Ustad Syatori, orang yang mendahulukan hati daripada otak berarti dia sedang bersujud. Karena bersujud mengajarkan untuk lebih mendahulukan hati dibanding logika. Masya Allah...

Selesai salam, kini malam mulai terasa kesunyiannya. Semua tenggelam dalam doa penuh harap. Karena selesai shalat itu adalah termasuk waktu yang utama untuk berdoa. Lalu... tiba-tiba terdengar gema takbir dari speaker mesjid.

"Allaaahu akbar... Allaaahu akbar.... Allaaahu akbar. Laa ilaaaha ilallaaaahu wallaaaahu akbar. Allaaahu akbar walillaaaahil hamdu."
Jika tadi ketika shalat hati ini mencelos. Maka kini, tak hanya itu, tapi hati ini seperti sedang naik roller coaster di turunan tajam. Syahdu. Tapi menyayat.


Allahu Rabbi... hampir lupa kalo ini masih lebaran.
Allahu Rabbi... saya rindu mendengar suara itu. Rindu. Rindu. Rindu.
Mengingatkan saya pada kota kelahiran. Pada bunyi bedug yang dipukuli oleh sepupu-sepupu. Pada sarung-sarung dekil dan kopiah adik laki-laki saya. Pada masakan nenek dengan ketupat dan sekuali soto sapinya. Pada tawa renyah adik perempuan saya. Pada tangisan keponakan yang berantem berebut stik PS. Pada bunyi air mancur yang sengaja dinyalakan ayah untuk menghibur keluarga besar. Pada ibu...
 Ibu... :')...

Kutitipkan selaksa rindu ini pada aubade adzan dari speaker-speaker mesjid di tiap penjuru kota.

Bu...., pengen sate sapi. huks. :'(............

Rabu, 24 Oktober 2012

Terimakasih Tantra

"Perempuan adalah Ibu. Seorang ibu ibarat sekolah. Apabila kamu siapkan dengan baik, berarti kamu menyiapkan suatu bangsa yang harum namanya." (Dr. Yusuf Qardhawi)

***

Tempat duduk ini tiba-tiba saja bergetar. Suara mesin berdengung. Dan deretan rumah di samping kanan saya perlahan menjauh lalu hilang. Digantikan oleh pohon-pohon yang meloncat-loncat menjauhi saya. Lalu hamparan sawah. Dan menghilang. Tak bosan saya melihat lukisan Tuhan di balik kaca jendela. Indahnya tak bisa diungkapkan dengan kata. Proporsi warna, tipografi garis, tergambar jelas dikotomi antara desa dan kota. 

"Kamu yakin mau dimakan??" suara wanita muda yang duduk di depan saya membuyarkan lamunan saya. 

Ah... Saya hampir lupa kalo saya berada di atas kereta. Dan mulailah mata saya melancarkan aksi, piknik kesana kemari siap mengamati.
Ya, rupanya bocah laki-laki bertubuh gempal disebelah wanita muda itu  adalah anaknya. Siapa yang menyangka bahwa wanita berambut panjang hitam tergerai, berkacamata biru--iya dia pake kacamata biru gelap di kereta--, beranting bulat besar, dan sekilas mirip Krisdayanti itu ternyata menenteng bocah gempal di sebelahnya?? Kesan pertama saya begitu melihat Mbak-mbak muda itu adalah muda, cantik, energik, modis, dinamis, dan cerdas. Saya membayangkan dia kalo tidak kerja sebagai bintang film pasti seorang pekerja kantoran. Luar biasa. Wanita karir didepan saya ini ternyata mau menyempatkan diri di hari liburnya mengantar anaknya piknik bersama teman-teman sekolah TK nya. Jujur saja, selama ini paradigma saya adalah wanita metropolis macam mbak-mbak didepan saya ini akan memilih melimpahkan pengasuhan anaknya pada Asisten pribadinya a.ka. Baby siter karena sibuknya bekerja. Tapi didepan saya ini, dia adalah satu-satunya (sepertinya) Ibu tergaul yang menuntun anak TK dibanding dengan Ibu-ibu di kursi kompartemen lainnya.

Iya jadi ternyata saya didalam gerbong kereta ini telah terperangkap bersama bocah-bocah TK berseragam yang spertinya hendak berwisata ke suatu tempat. Jika saya menangkap pembicaraan ibu-ibu di sebrang kanan saya sih katanya mereka mau wisata kebun sambil bikin Pizza. Wow. *mata berbinar.

"Bu, kenapa keretanya maju?" seorang anak di kursi sebelah saya berseru dengan wajah bersemangat, bertanya pada ibu di sebelahnya yang sudah mulai berumur.
Haha, saya tak kuat menahan tawa mendengar pertanyaan-pertanyaan "cerdas" dari anak itu. Kalo saya jadi ibunya, mungkin saya lebih milih lompat aja lewat jendela kereta *yang ini lebay. -_-"

Taukah? Saya disini sedang berjuang menahan diri untuk tidak menggigit pipi bocah-bocah itu saking gemasnya. Serius deh. Saya liatin wajah mereka doang aja gak tahan nahan senyum. Mereka itu polos. Lucu. Jernih. Segar. :)
Ah, saya percaya mereka itu dekat dengan malaikat. Kesucian dan kelucuan mereka saja sama sekali tak terkurangi oleh kebrutalan orang-orang yang menciumi mereka. Harum aja jika menghirup nafas mereka. Percaya deh, saya yang berkecimpung di dunia gigi dan mulut saja sudah beberapa kali membuktikannya. *sotoy. B)

"Udah deh jangan resek!!" suara si ibu muda didepan saya mengagetkan lamunan saya.

Cukup kaget juga menyadari kalo kalimat si ibu tadi itu tertuju pada anaknya.
Jadi, saya yang biasanya sok akrab dimana-mana, agak sungkan juga mau melancarkan kesotoyan saya di depan orang yang high class macam si ibu muda ini. Padahal jelas beberapa kali lutut kami bersenggolan. Harusnya sih jadi awal pembuka percakapan. Tapi berulangkali saya urungkan. Entahlah. Rasanya... beda aja... apalagi setelah menyadari sedikit kekasaran yang mungkin tak sengaja terlontar dari si ibu itu pada anaknya.

Tiba-tiba terdengar suara Hape berdering. Dan si ibu muda itu mengangkat teleponnya dan berbicara menggunakan bahasa Inggris. Wow. Kekaguman saya yang tadi sempat turun, kini sedikit terangkat lagi begitu mendengar kecerdasan si ibu ini yang cas cis cus ngomong bahasa Inggris.
Bersamaan dengan itu, muncul trolli makanan, didorong oleh wanita cantik yang jika saya taksir sepertinya itu pedagangnya. Benar saja. Wanita berseragam itu menawar-nawarkan makanan kecil ke anak-anak TK dari kursi ke kursi. Ketika tiba di kompartemen saya, si bocah gempal itu mengguncang-guncang lengan ibunya. Si ibu yang sibuk menelepon mengabaikan anaknya.

"Tuh kan, Mimih gamau dengerin aku." seru si bocah itu sembari merengut menahan tangis.

Namun trolli makanan itu pun berlalu. Si ibu muda, dengan wajah menahan kesal menutup teleponnya dan karena matanya tertutup kacamata biru gelap jadi saya tak bisa melihat persis gimana ekspresinya. Jika boleh saya menebak, sepertinya si ibu itu melotot, soalnya si bocah itu nampak ketakutan dan...

"Hey!! Mimih lagi nelepon you know?"

Jangankan bocah itu, saya saja ikut-ikutan terlonjak mendengar bentakan si ibu tadi. Bocah itu secara ajaib langsung diam dan berhenti merengek.

"Kamu gak liat?" si anak membisu. "Memangnya tadi ada apa manggil-manggil Mimih?"
 "Aku cuma mau ngasih tau kalo ada penjual makanan." jawab si bocah takut-takut.
 "Bohong!! Kamu pasti mau beli, kan?" si anak menggeleng.
 Saya yang berulangkalil beristighfar dalam hati memilih untuk pura-pura tidur daripada  harus memperhatikan wajah si bocah lucu nan malang itu.

"Lalu apa?? Kamu mau nyuri??"
Saya masih pura-pura tidur. Mata saya benar-benar terpejam, namun telinga saya menyala. Saya tak tega melihat bocah lucu itu.

Astaghfirullah... tuh ibu kenapa sih?? Astaghfirullah. Ingin rasanya saya mengelus dada menahan emosi yang membuncah-buncah.

Kau tau apa yang saya pikirkan ketika itu?? Saya menarik kembali rasa kagum saya pada wanita muda itu.
Cara mendidik macam apa itu??? Merusak!! Destruktif!!
 Saya membayangkan akan seperti apa karakter anak itu ketika besar nanti jika si ibu bertahan dengan pola didikan keras macam begitu. Saya bisa melihat ada sedikit kepongahan dalam diri si bocah laki-laki gempal itu di awal saya jumpa dengannya. Kami berhadapan. Tapi si anak sama sekali tak mau peka dengan sekelilingnya. Saya yakin, jika anak lain yang ada didepan saya saat ini pasti dia akan melirik saya malu-malu. Lalu biasanya setelah begitu, dia akan saya beri senyuman termanis saya. *krik. Lalu si anak akan mengguncang baju si ibu dan si ibu akan ikut menoleh ke arah saya dan kemudian kami terlibat percakapan. Tapi sekali lagi saya melihat ada keacuhan dalam diri si bocah gempal itu. Saya sama sekali tak menyalahkannya. Tapi ini akibat lingkungan. Pola asuh. Hasil didikan orang tua.

Saya mungkin sotoy dalam hal ini karena yah saya belum punya anak (?). Tapi ini sedikit membuka mata saya bahwa helloooo... para wanita muda yang belum nikah dan calon ibu, plis deh jangan dulu mentingin gaya. Belajar gimana jadi ibu dulu dengan baik kek!! (termasuk saya juga sih) Grrr.....$&^%P(&**^) Saya hanya tak tega ada anak-anak lain yang nasibnya sama kayak bocah gempal yang duduk didepan saya itu.

Dan hey taukah?? Beberapa menit setelah bocah itu dibentak oleh si ibu, si anak turun dari kursinya dan bermain-main bersama temannya di gerbong kereta. Saya yang ketika itu masih menahan keheranan akan kejahatan si ibu muda itu, malu sendiri melihat keceriaan bocah itu.
Ah anak-anak... Selalu pandai mengejawantahkan rasa. Tak ada dendam. Tak ada sakit hati. Dia tulus. Polos. Saya sama sekali tak melihat tawa yang tertahan dari ukiran wajah mungilnya. Tawanya lepas selepas-lepasnya. Seolah dia baru saja dapat tambahan uang jajan dari ibunya. Ia amnesia dengan bentakan ibunya tadi. Tapi apakabar hatinya? Akankah kejadian tadi mengendap dan terkristalisasi menjadi sifat keras dalam dirinya? Teteh berdoa setulus hati
, semoga kamu baik-baik saja. amin.

Bocah itu, namanya Tantra... :')

Tantra, semoga Mimihmu kelak jadi berjilbab, solihah, anggun, dan lembut.

Tantra, tugasmu hanya mendoakan. Perkara lain itu adalah urusan Allah.


Tantra... terimakasih telah memberikan Teteh pelajaran berharga hari ini.
Tantra, tetaplah tersenyum. :'). *peluk hangat dari  Teteh ya, Tantra. :*.  *cups* Smangat!!! ^_^9
Miss u Tantra... :)

*padahal saya sama sekali tak pernah mengenal apalagi mengajaknya bicara* -_-"

~Perjalanan Jogja-Solo, Sabtu 20 Oktober 2012~

Senin, 22 Oktober 2012

Radar Neptunus

Jadi ceritanya saya dan sahabat saya--kita sebut HR--lagi sangat iseng (?) sore itu. Kami--entah dapat inspirasi darimana--sangat ingin sekali nonton. Kebetulan film yang cukup oke dimata kami saat itu adalah Perahu Kertas. Awalnya karena judulnya unik, saya pikir ya ini film tentang cerita anak-anak mengingat gambarnya animasi2 kapal2an kertas beserta pose pemeran filmnya yang sangat konyol (gaya radar neptunus) ditambah paradigma saya yang masih menganggap para pemainnya itu adalah masih remaja awal. Oke, apapun lah pokoknya intinya GAK SENGAJA milih Perahu Kertas deh.

Jadilah kami duduk manis di sebuah gedung dengan TANPA menenteng pop corn ataupun cola karena harganya yang sangat mahal, lagipula sudah saya bilang kalo kami lagi iseng jadi cukuplah sampai disini keisengan kami ini tanpa ditambah pengeluaran untuk jajan gajelas.




Kugy. Saya tersihir olehnya di awal saya nonton. Cuek. Unik. Gak centil kayak anak ABG seusianya di sinetron2. Susah bangun tidur. Dan jarang mandi pagi. *krik... salut deh sama Maudy Ayunda yang keren banget meranin Kugy.
Kugy suka menulis dongeng. Wortelina dan Nyit Kunyit adalah buku dongeng yang ia berikan pada Keenan di awal perjumpaan mereka. Dan Kugy percaya bahwa dirinya adalah agen Neptunus yang memiliki radar neptunus.
Keenan. Adalah agen neptunus yang kedua setelah Kugy. Dia kuliah di jurusan ekonomi padahal hobynya adalah melukis. Setelah membaca buku dongeng Kugy, Keenan dengan luar biasanya membuat sendiri ilustrasi gambar dongeng Kugy menjadi sebuah komik. Itulah yang membuat Kugy menangis haru dan dengan senang hati melantik sendiri Keenan untuk jadi agen Neptunus.

“Gy, jalan kita mungkin berputar, tapi satu saat, entah kapan, kita pasti punya kesempatan jadi diri kita sendiri. Satu saat, kamu akan jadi penulis dongeng yang hebat. Saya yakin.”


"Apa yang orang bilang realistis belum tentu sama dengan apa yang kita pikirin."


"Ujung-ujungnya juga kita tau kok, mana yang diri kita sebenernya dan mana yang bukan diri kita, dan kita juga tau, apa yang ingin kita jalanin."


Atau ketika Keenan meminta Kugy untuk menebak apa judul lukisannya, Kugy bilang 'aku gak ngerti lukisan'.
"Kamu nggak perlu ngerti lukisan untuk suka lukisan. Cukup pakai hati aja."




Hingga akhirnya Kugy pun terperangkap oleh Keenan.

"Dear Neptunus, aku menc*nt**nya. Didepannya aku menjadi diriku sendiri, seperti airmu yang selalu membawa semua pesanku, diapun begitu. Membuatku hanyut oleh sorot matanya. Membuatku lupa oleh kesederhanaan suaranya. Sampai aku tak bisa katakan apa-apa padanya. Bahkan untuk sekedar bilang... rin*u. Atau butuh."


"Banyak yang gangerti, kalo terluka akan saling menyalahkan. Karena itu aku takut bicara tentang hati. Maka kutuliskan saja. Lalu kusimpan. Dan kukirimkan ke... Entah kemana..."


 
Satu hal yang saya harus jujur dari film Perahu Kertas Part 1 ini adalah, kocak banget, dan sarat pelajaran.  Malah kita belajar untuk lebih pakai hati dalam mengindera apapun.
“Kugy, kepala kamu akan selalu berpikir menggunakan pola ‘harusnya’, tapi yang namanya hati selalu punya aturan sendiri,” kata Karel kakaknya Kugy. “Ini urusan hati, Gy. Berhenti berpikir pakai kepala. Secerdas-cerdasnya otak kamu, nggak mungkin bisa dipakai untuk mengerti hati. Dengerin aja hati kamu.”

Mendengar pakai hati? Ah indahnya. Mungkin kamu bisa bohongin diri, tapi tidak dengan hati. hoho.

“Akan ada satu saat kamu bertanya: pergi ke mana inspirasiku? Tiba-tiba kamu merasa ditinggal pergi. Hanya bisa diam, tidak lagi berkarya. Kering. Tetapi tidak selalu itu berarti kamu harus mencari objek atau sumber inspirasi baru. Sama seperti jodoh, Nan. Kalau punya masalah,tidak berarti harus cari pac*r baru kan? Tapi rasa cin*a kamu yang harus diperbarui. Cin*a bisa tumbuh sendiri, tetapi bukan jaminan bakal langgeng selamanya,apalagi kalau tidak dipelihara. Mengerti kamu?" Ini kata-kata Poyan untuk Keenan. :)


“Kadang-kadang langit bisa kelihatan seperti lembar hitam yang kosong. Padahal sebenarnya tidak. Bintang kamu tetap ada di sana. Bumi hanya sedang berputar,” kata Luhde.


"Carilah orang yang enggak perlu meminta apa-apa, tapi kamu mau memberikan segala-galanya."


"Keheningan seakan memiliki jantung. Denyutnya terasa satu-satu, membawa apa yang tak terucap. Sejenak berayun di udara, lalu bagaikan gelombang air bisikan itu mengalir, sampai akhirnya berlabuh di hati.”

"Hati tidak pernah memilih. Hati dipilih. Sebab, dia selalu tau kemana harus berlabuh."

Sekali lagi mata saya berbinar menemukan kalimat yang begitu emejingnya. Ya berbinar doang sih, tapi maksudnya kagak ngerti apaan. Hmmm... tunggu. Hati dipilih??




Hadeuh terserah deh... saya ngantuk. Tarik selimut-bacaDoa-tidur. Zzzzzz 

Jadi pesan yang mau saya angkat dari cerita saya ini adalah "Dont Judge the Book by its cover!"....(?)

Senin, 15 Oktober 2012

Ketika sms bertepuk sebelah tangan

Once upon a time, di sebuah kota kecil bernama Edinburg Skotlandia, lahirlah seorang anak lelaki dari sepasang suami istri yang hidup sederhana. Anak lelaki itu tumbuh menjadi anak yang cerdas, sayangnya ia tak diberi kesempatan banyak untuk mendapatkan pendidikan formal semasa hidupnya. Meski begitu, ia terbiasa belajar sendiri dan cukup mendapatkan banyak pelajaran dari ayahnya yang juga ahli dalam fisiologi vokal (bahkan saya sendiri pusing mempelajari ini di anatomi, nanti kita bahas tentang ini di next story).

Beberapa tahun kemudian, di Boston, lelaki ini dengan kecerdasannya yang luar biasa berhasil menemukan sebuah benda yang bisa mengirimkan dan menerima lebih dari satu pesan melalui sebuah kabel--yang dalam bayangan saya adalah huruf-huruf berjalan-jalan melalui kabel (?). Benda ini (entah kenapa) dinamai telegraf yang kemudian si telegraf ini jadi bisa mengirimkan suara dan kita singkat saja ceritanya karena saya malas terlalu bertele-tele yaitu bahwa pada intinya benda ini dinamakan telepon dan yup betul sekali si laki-laki ini namanya adalah Alexander Graham Bell. Fyuh....*cipratin keringat.

Oke saya akui kalau tuan Bell ini berjasa sangat besar bagi kemajuan peradaban dunia. Apalagi selain menemukan telepon, dia juga berhasil menemukan fotopon--semacam alat yang dapat mentransmisikan suara melalui cahaya. Benda ini cikal bakal penemuan laser dan serat optik yang--kita singkat lagi cerita kita bahwa--akhirnya penemuannya ini sekarang *tring...* jadilah HP alias Hand Phone alias Telepon Genggam yang kerennya lagi dia bisa ngirim pesan dalam hitungan detik--memecahkan rekor merpati yang kerja lembur mengantar surat naek pesawat *apadeh. Hebatnya lagi HP ini telah berhasil mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat dan menyatukan insan-insan yang bahkan terpisah benua dan samudera. *tsah.

Tapi tapi tapi... HP juga bisa bermanfaat jika penggunaannya benar. Dan bisa juga memiliki mudarat jika suasana hati si pemilik HP sedang jelek tingkat dewa. Kunci dari semuanya adalah berbaik sangka. BERBAIK SANGKA....

Maka berbaik sangkalah jika sms anda tak nyampe-nyampe. Mungkin ketika itu deretan huruf-huruf anda tengah terhambat oleh layangan yang nyangkut di kabel, atau memang lagi gangguan, atau pulsa anda habis?? Yang dengan penuh rasa haru sejauh saya alami pernyataan terakhir biasanya adalah yang lebih tepat. -_-"

Maka berbaik sangkalah jika sms anda sebenarnya sudah terkirim tapi sang penerima pesan tak kunjung membalas sms anda. Mungkin dia lagi sibuk sehingga belum sempat balas sms. Mungkin lagi kuliah sehingga hapenya di silence. Mungkin hapenya adalah produk dari jaman fir'aun sehingga batrenya aja harus dikaretin, idup segan mati tak kunjung. Mungkin sang penerima pesan tiba2 amnesia sehingga dia lupa kalo punya hape. Mungkin lagi ga ada pulsa. Mungkin hapenya lowbat. Mungkin lagi di pesawat. Mungkin lagi pelesiran ke bulan. Mungkin--yang lebih ekstrim--lagi kebelet b*ker. Mungkin.... mungkin.... mungkin... mungkin... ya mungkin aja terus sampe 3 kali puasa 3 kali lebaran, mungkin aja terus sampe Bang Toyib akhirnya balik lagi nemuin anak bininya.

Huff...

Cukup tau saja.. (bukan cukup tau banget), bahwa..


Waiting is a boring thing.

Seperti yang dialami oleh seorang gadis lugu bernama Deini.. *plak!?! PletaaaKK!!?? $^% jepLaKK!!$&* ....poww!!...poww!! poWW!!?? puffF...$&%*^%&*& ...gitu banget... 
Jadi, si deini itu habis dikritik oleh rekannya gara2 tak mengontrol kinerja rekannya. Dia disarankan harus lebih agresif mengsms rekannya untuk mengingatkan kalo hari ini tugasmu ini tugasmu itu bahwa jangan lupa untuk ini jangan lupa untuk itu, yang belum adalah ini yang belum adalah itu. Dan bahwa--kalo boleh jujur--si deini ini sebenarnya bukanlah mempermasalahkan smsnya tapi BALESAN smsnya yang sering membuatnya kecewa.

Tak hanya sampai disitu, kegalauannya hari itu ditambah lagi dengan sms dari seniornya yang padahal hari itu tak ada angin puting beliung tapi tiba-tiba saja seniornya itu bertanya mengenai amanahnya di tempat lain tentang apakabarnya, bagaimana kemajuannya, sekarang sibuk apa, kapan rapat terakhir, dan kapan akan diadakan rapat lagi. Padahal sesungguhnya si deini ini bukanlah ketuanya dan bahwa dengan menelan pil pahit si deini sendiri tau bahwa 'sang ketua' memang termasuk dalam daftar orang yang LAMA BALES sms.

Oke dengan kecewa yang membuncah buncah pada orang-orang yang LAMA BALES sms itu, dia pun akhirnya mengambil langkah seribu untuk menghindari berkoordinasi dengan org2 seperti itu dan langsung saja menjarkom rekan-rekan kerjanya untuk merapat di pertemuan mendadak yang merupakan pertemuan kedua setelah LIMA minggu tidak rapat. *pijit-pijitin-pala.

Belum reda kegalauannya, si deini pun mulai buka internet niat buka email sekalian buka fb, tiba-tiba PING!, dia di chat oleh seniornya yang lain. Seniornya itu menanyakan kabar kelompok lingkaran di kampus yang pemandunya tak kunjung mengisi materi--padahal harusnya sudah pertemuan ke 5--agar si kelompok lingkarannya itu di ganti pemandunya dan di alihkan saja ke mbak senior itu. "Gimana dek? Pemandu lama sudah di sms kan??" --dan taukah anda? bahwa pemandu lama itu juga masuk ke dalam daftar orang yang TIDAK PERNAH BALES sms dan TIDAK PERNAH NGANGKAT telepon. Huh hah huh hah. *cape juga ngomong tanpa titik koma.

Maka... dengan mengucap innaalillahi wa innaa ilaihi rooji'un tumbang sudah air mata si deini berguguran di medan pipi karena tidak kuasa menahan gejolak galau dalam dadanya. *apadeh. Harusnya kalau ingat umur si deini ini tak menangis.

Itulah sepenggal kisah balada pemilik HP yang dikecewakan oleh pemilik HP lain yang tak berperi ke HP an. Tak taukah kalian wahai orang-orang yang LAMA bales sms bahwa ada berapa banyak waktu yang harus di habiskan untuk sekedar mengetik sms kepada kalian?? Oh tentu. Untuk orang-orang sibuk setiap detik itu berharga. Waktu adalah uang.

Taukah kalian wahai orang-orang yang LUPA bales sms, berapa rupiah pulsa terbuang hanya untuk mengsms kalian?? Untuk yang pulsanya dijatah tentu sangat eman-eman.

Tak taukah kalian wahai orang-orang yang TIDAK bales sms, berapa orang terdzolimi karena perbuatan kalian?? Terutama yang menyangkut amanah. Kinerja. Menyangkut kesejahteraan orang banyak. Menyangkut keberlangsungan aktivitas orang lain.


Tak taukah bahwa hal ini akan menyisakan titik noktah hitam di hati para pengirim?? Bikin suudzon yang berujung pada ngomel-ngomel dan merusak mood.

Tak taukah bahwa kepercayaan itu sangatlah mahal harganya??

Kelak. Ketika kalian bermimpi menjadi pemimpin atau bermimpi menjadi bisnisman pengusaha, cacat itu, yang pernah menorehkan luka di hati para pengirim akan--disadari atau tidak--merugikan kalian.

Yang bermimpi jadi pemimpin. Semua rakyat pasti akan setuju bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang cepat tanggap. Pemimpin yang responsif. Cekatan. Dan mumpung sebentar lagi pemira, saya TEKANKAN pada kalian calon pemilih bahwa pemimpin yang baik itu adalah pemimpin yang CEPAT kalo bales sms. Bahkan kalo perlu sambil mimpi pun dia masih sempet bales sms. Karena ini akan mempengaruhi kinerja. Memperlancar komunikasi. Dan mempercepat progres. Oke jadi kesimpulannya cara sederhana mengetes kelayakan seorang pemimpin adalah dengan mengsmsnya di pagi hari semisal jam 4 subuh. Hho. Akan keren sekali tentunya jika dia langsung bales karena itu cirinya dia habis tahajud walaupun sebenernya dia blm tidur karena begadang nonton bola yang penting kita apresiasi balesan smsnya. Yang GAK BALES??? Kelaut ajah...

Yang bermimpi jadi pengusaha. Silahkan tanya pada siapa saja, akan lebih tertarik berbisnis pada yang cekatan atau yang lelet??? Menjalin bisnis itu butuh kepercayaan, kawan. Dan lihatlah Rasulullah. Manusia terpercaya sepanjang zaman. Yang kalo kata Ust Salim A Fillah, Rasulullah itu dipercaya karena dikenal, sementara kita dipercaya karena tak dikenal. Dan asumsinya benar adanya. Lihatlah orang yang lelet bales sms itu rata-rata adalah sekumpulan orang-orang yang kita kenal dengan baik. Coba aja cek kalo kita sms pake nomor asing dan kita mengaku sebagai dosen pembimbing skripsinya, dijamin !! lagi b*ker pun dia akan cepet2 ceb*k hanya untuk bales sms. Astaghfirullah.... *maaf jorok, gara-garanya kelewat senewen sih. :'(.

Intinya adalah orang yang responsif responsible itu adalah calon orang hebat. Kalo bukan calon pemimpin. Dia pasti calon pengusaha sukses. Atau paling tidak dia memiliki penghargaan sebagai orang yang dapat dipercaya.

Dengan tidak menafikkan adanya alasan-alasan yang rasional kenapa orang-orang itu bisa setega itu lama/tidak balas sms, tetap saja minimal orang itu membuat si pengirim kecewa dengan menunggu lama, atau mungkin suudzon. Percayalah, akan beda kok rasanya ketika ada orang yang biasanya responsif balas sms namun disuatu hari dia lama bales, si pengirim pasti akan lebih banyak memiliki toleransi daripada mengirim sms kepada orang yang memang dikenal LAMA bales yang sekalinya alasannya itu RASIONAL ya tetap saja kepercayaan yang sudah runtuh tak bisa dibangun kembali, bawaannya pasti suudzon.

Tulisan ini adalah pengingat khususnya buat saya. Saya yang mungkin juga pernah termasuk pada golongan orang yang tiba2 terserang amnesia dan lupa bales sms dan lain sebagainya. Apalagi saya paling anti bales smsnya yang bunyinya "Bu, saya tadi habis nabrak orang dan saya sekarang ada dikantor polisi, kirim uang ke nomer rekening ini XXXXXXXXXX segera ya, bu. Ttd anakmu." Dari hongkong???? sejak kapan saya punya anak?? Atau sms yang bunyinya, "sebarkanlah sms ini! Kalo tidak saya sumpahin kamu beranak dalam kubur." Dan sms gak mutu lainnya.
Over all, dengan penuh husnudzon saya yakin tak ada orang yang tega memasukkan saya ke dalam daftar catatan hitam itu. haha..*minta di tabok.

Oke jadi cerita ini bukanlah fiktif belaka, apabila ada kesamaan nama tokoh , tempat, waktu, dan peristiwa, hanyalah kebetulan belaka. Tak bermaksud menyindir. Jika tersindir ya segeralah bertobat dan kembali ke jalan yang benar *apasih. 
Kita sama-sama untuk lebih peka terhadap dampak yang mungkin timbul dari perbuatan kita. Karena kalo kata senior saya "Kita tak akan tahu lewat amalan mana Allah meridhoi kita masuk syurgaNYA." Paling tidak, dengan tidak mendzolimi saudara kita, kita mendapatkan satu balasan kebaikan dari-NYA. ^_^
nb: eh kalo saya gak bales sms maklum yak. hehe.   -_-"

Rabu, 10 Oktober 2012

Geje sih. Pikir ulang sebelum membaca.

Aroma pagi selalu menghantarkan kesejukan. Anginnya menelisik diantara dedaunan berembun. Baunya pekat oleh wangi masakan ibu-ibu rumah tangga yang mulai menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya. Waktu dimana para petani turun ke ladangnya,walaupun hanya sekedar menyapa bulir-bulir padinya yang hendak menguning. Tukang sayur masih setia dengan gerobaknya menapaki inci demi inci komplek perumahan. Berdengung suara kendaraan di jalan yang seolah berlomba-lomba menodai murninya udara pagi ini.

Pepohonan, selalu menghamparkan setiap molekul kehidupan. Akarnya yang menghujam menyimpan jutaan partikel air untuk disajikan ke penduduk bumi. Dahan-dahannya yang kokoh adalah tempat bergelantungannya anak-anak TPA sepulang mengaji. Ah masa-masa itu. Saya rindu memanjat pohon. Dulu, saya biasa memanjat pohon jambu air di belakang rumah nenek, pohon yang dahannya menjuntai ke kolam ikan dibawahnya, sehingga selepas puas merontokkan buahnya, kami meloncat ke kolam. Atau pohon jambu biji di pekarangan rumah bibi. Yang buahnya banyak yang bolong-bolong karena digerogoti kelelawar semalaman. Pohon Kersen. Pohon yang buahnya seperti ceri. Ia mampu menggoda setiap tangan untuk menghalalkan segala cara agar bisa meraihnya.

Sungai. Yang alirannya tenang. Berdesir seperti angin. Menelusur mencari tempat terendah. Di sungailah tempat anak-anak mandi  dan ibu-ibu biasa mencuci. Mereka mengawali pagi dengan mencuci sambil ngerumpi. Tentang harga cabe yang lagi naik. Tentang betapa sulitnya beli bensin murni. Tentang nilai rapot anaknya yang dihiasi tinta merah. Tentang perceraian artis (?). Tentang pejabat yang korupsi. Dan masih banyak lagi. Yang semuanya itu terlalu dini untuk dibahas di sucinya pagi. Sementara anak-anak mereka asik sendiri bercengkrama dengan air. Tenggelam dalam euforia canda dan tawa. Meliuk-liuk di air sambil sesekali kepala mereka menyembul untuk mengajak serta udara.

Dan tentang binatang yang dibesarkan di kebun. Adalah Ibu yang suka mengajak saya ke kebun binatang. Kata ibu, di kebun itu banyak binatang (?). Sejuk. Apalagi kalo kesana pagi-pagi.
Mungkin pagi ini saya sedang mellow, jadilah memori saya ketika balita bermunculan. Saya memang telah diakrabkan dengan binatang sejak dini (?). Saya sering ke kebun binatang ketika 6 tahun tinggal di Solo. Setiap menginjakkan kaki di kota mana saja pun, tempat pertama yang saya kunjungi adalah tempat dimana binatang tinggal (?).

Sekarang pun begitu saya kuliah dari semester 1, ibu yang sudah mengunjungi saya 3 kali, ketiganya pasti ke gembira loka. Yang intinya adalah hobi saya plesiran ke kebun itu ya karena faktor genetik *ngaco.
Saya tau, dijengukin sering-sering juga yang namanya binatang ya gitu-gitu doang. Singa masih tetap berbulu. Gajah masih tetap dengan berat badannya. Rusa masih tetap dengan tanduknya. Dan monyet juga masih tetap dengan wajahnya. (?). Tak ada yang istimewa.

Satu-satunya yang istimewa adalah siapa yang ada bersama kita ketika mengunjungi tempat itu. *tsah.
Walaupun terdengar agak konyol, tapi saya memang setulus hati ingin mengajak keluarga-keluarga baru saya ke gembira loka.
Janggal sih saya akui ketika serombongan makhluk dewasa--katakanlah mahasiswa--berwisata ke kebun binatang. Padahal tempat itu identik dengan keluarga. Identik dengan makan-makan di atas tikar bersama sanak saudara sembari membuka bekal. Identik dengan bapak-bapak berkumis yang berkeliling mengunjungi dari kandang satu ke kandang lainnya sembari memangku anaknya di atas pundak.
Tapi saya tak peduli. Pokoknya saya ingin mengajak setiap yang saya anggap keluarga ke kebun binatang. *mata bercahaya. hha.

 Sudahlah ke inti saja. Jadi saya dengan bangga mengumumkan bahwa pada tanggal 15 September 2012 telah berhasil menggeret beberapa kawan-kawan kkn saya untuk ke gembira loka. #prok prok prok.. *makasih makasih. Sayangnya beberapa dari mereka ada yang tak ikut. Tapi tak apa-apa. Jika suatu saat mau ke gembiraloka lagi, saya selalu bersedia menemani. hho


Nama-nama dibawah ini disamarkan untuk menghindari hal2 yang diinginkan.*eh.
Dari atas kiri.
1. FRZ. Yang entah kenapa dia mesti bawa batu bata. Apakah terobsesi jadi binaragawan angkat berat gitu, atau sebenarnya dia adalah abang-abang tukang bangunan yang akrab dengan batu bata, semen sama cangkul, entahlah saya tak tau. Adalah kormasit Pengos B. Bacanya bergelombang ya... Peee~~ngooooss Beee~~~. Kenapa bisa begitu? Sejarahnya panjang.

2. Jilbab Biru. Rinda. Tentangnya telah lengkap di jabarkan di postingan gajelas berjudul "Accio Rinda"

3.Mbak HZ

4. HN.

5. Saya. Jarak lima ribu tahun cahaya dari saya ke kiriiiii, adalah....

6. ARF.

7. Mas ZW

8. Mas EI. Itu adalah satu-satunya sekutu Sunda dari putra. Yang kata Rinda kacamatanya baru.

9. DMS.

10. Mas WN. Keliatan kan? #eh. Iya dia itu Bapak subunitnya Rinda. Kormasit Jeruk. Kadang baik kadang........ Zzzz....-_-"
Jadi ceritanya saya dan HN kan kebagian beli ketring nasi pas ke gembilok itu. Berikut percakapannya..
.
Mas WN (MWN): Itu nasinya makannya gimana? Ada sendoknya nggak?

X : Gatau mas. Biasanya ada kok.

MWN : Jyah. Kalian pesennya pake sendok nggak?

X : Nggak sih tapi biasanya pake sendok kok.

MWN : kalo pake tangan ga ada tempat cuci tangan.

X : Ya di buka aja mas.

MWN : Tapi kalian pesennya pake sendok kan?

-_____-"....Kenapa coba gak dibuka aja nasinya padahal dia lagi megang nasi bungkusnya. Helloooo..... Zzzzzz.....Gggggrrrrrr.....$^%$I^PI*T&Y&Y%^
Dan pas sesi makan dia buka nasi ternyata eh ternyata sendoknya ada. Jadi, HN enaknya kita gimanain nih??? *ngasah-piso

11. Mas IBN. Selalu membuat kami (yang putri) sekuat tenaga menahan diri untuk tidak menguncinya di kandang singa. -_-"
Jadi, pas di gembira loka itu, dia sempat membuat bad mood anak-anak putri loh. Sehingga kami dengan kesal yang bertumpuk-tumpuk memutuskan untuk nyebrang aja pake Gethek ninggalin yang putra. Ini membuat rombongan kami akhirnya terpisah-pisah dan pecah belah. Haha... Kami kadang memang agak kekanakan sih.

12. Mas UL. Saya sudah menceritakannya di part II sarimulyo.

13. AP. Kormanit kkn kami. Baik hati ramah tamah rajin menabung dan tidak sombong. hho. Saya bingung berkomentar apa.

14. KH. Raja ieee~~~. Sepaham dengan Rinda. Rame dan gokil juga. yang heboh banget pas disuguhi sambel pas pelesiran ke sarimulyo. Hho.

Nah begitulah ekspedisi kami. Yang hingga saat ini saya sesali adalah kenapa ke Gembira loka itu kita gasempet main games. Padahal saya sudah nyiapin atribut buat games. Geje sih gamesnya. Tapi minimal ada yang dikenang gitu. huks. Semoga kapan-kapan kita punya foto seunit lengkap. Amin. Smangat!! :D

Selasa, 09 Oktober 2012

Berani jujur itu? Baik!

Saya bingung. Dan mungkin deretan bocah kecil didepan saya juga bingung mendengar cerita si Abang-abang itu didepan kelas. Tapi toh mereka memperhatikannya. Walaupun mungkin beberapa dari mereka malah memperhatikan mimik muka si abang2nya. Pikiran mereka terbang ke 15 tahun kedepan membayangkan betapa kerennya berada di depan kelas seperti abang-abang itu.
"Berani jujur itu?? Baik!." suara si Abang2 itu mulai menyedot perhatian.
"Berani jujur itu??" ulangnya...
"BAIIIIIKKKKKK...!!!"


Ia terus mengulang-ulang pesannya, memastikan agar setiap inci kata-katanya meresap, masuk ke dalam setiap sel otak mereka, didekap oleh memori, dan dijauhkan sejauh-jauhnya dari lupa.
Tak peduli mereka bertanya-tanya untuk apa materi itu disampaikan? Paling tidak mereka tau apa itu korupsi.

Sebenarnya saya--dengan anugerah kesotoyan saya yang luar biasa--hanya ingin ikut ngomongin berita teraktual yang kini sedang menghebohkan aja sih. KPK. Membuat saya teringat salah satu proker ketika kkn beberapa bulan lalu. Iya benar! Si abang-abang itu, dengan jumawanya dia jadi pembicara mengenai Korupsi Kolusi dan Nepotisme didepan adik-adik usia SD. Yang karena pembicara menerangkannya pake bahasa yang tidak saya mengerti (bahasa jawa), maka jadilah kebingungan saya ketika itu semakin berlipat-lipat. huks.

Tentang KPK. Penuh otak saya dengan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan ngambang yang pada akhirnya selalu harus saya telan bulat-bulat. Pertanyaan semacam : Kenapa coba Pak Beie itu bisa selambat itu? Kenapa dewan terhormat itu tiba-tiba merevisi UU KPK? Kenapa Pak Novel itu ditangkap pake Den Sus segala? Kenapa instansi terhormat itu sepertinya sebel banget sama KPK? Kenapa saya dilahirkan di Indonesia? Kenapa saya hidup di jaman Pak Beie? Kenapa korupsi itu identik dengan tikus? Kenapa di kebun binatang ga ada tikus? Kenapa saya banyak sekali bertanya kenapa? Aaaarrrrrgggghhhh.....#&%^&$%*(P(*^%

Sudah terlalu sering otak saya mengintimidasi fikiran. Menceracau sendiri. Ngomel-ngomel sendiri. Tau sendirilah ya betapa langkanya saya nonton berita di tv, sekalinya nonton, rasanya pengen lari ke jalan dan garuk-garuk aspal (?) dan sekuat tenaga menahan diri untuk tidak melempar tivi saja ke empang *hasyah.

Ya Allah...saya tak bisa membayangkan seberapa banyak dosa pemimpin-pemimpin negeri ini? Wahai tuan-tuan di atas sana, kasihanilah kami disini yang hanya bisa ngomel tanpa bisa ngapa-ngapain, plisss... Astaghfirullaaaahh... *jedot-jedotin-pala-ditembok.

Atau...

Pada akhirnya saya akan setuju dengan pembicara. Bahwa mengenalkan tentang bahaya korupsi kepada bocah-bocah lugu itu sejak dini adalah tepat. Tak peduli apakah ini wajar atau tidak. Tak peduli apakah mereka mengerti atau tidak. Tak peduli apakah punggung-punggung mungil mereka sanggup memikulnya atau tidak. Yang jelas, kami menaruh harapan besar pada mereka. Harapan yang aromanya menusuk dan menebarkan bau masa depan. Perubahan.

Bocah-bocah itu. Sorot mata mereka memang selalu memancarkan masa depan. Keheningannya. Air mukanya. Ah... saya suka ekspresi mereka. Itu adalah ekspresi yang biasa mereka ejawantahkan ketika saya bercerita. Mereka tetaplah polos. Putih. Murni. Membuat saya gemas ingin memeluk mereka dan merengek-rengek agar saya juga diajarkan kejujuran seperti mereka.

Tiba-tiba saya melihat bocah kecil memakai kemeja, berkacamata, dan menghentak-hentakkan mistar didepan saya.

"Ayo mbak ikuti apa kata saya, berani jujur itu??"
????#$!$%$@#%^%$&

"Baik..." gumam saya, getir. *peres sapu tangan (?)...T_T

Kamis, 04 Oktober 2012

Accio Rinda

Baiklah. Akhirnya saya menyerah pada diri saya sendiri yang seharusnya meneruskan mengerjakan tugas yang deadline besok. Tapi dengan murah hati saya lempar jauh-jauh tugas saya dan....

Dengar. Saya ingin menulis. Diam. Jangan protes. Saya hanya ingin menulis. Itu sudah.
Walaupun saya bingung harus mulai darimana. Penuh berjejal otak saya. Ribuan kosakata dan berjuta cerita telah menggumpal-gumpal menunggu kapan dia diurai dan dibagikan ke semesta. Entah sejak kapan saya jatuh cinta lagi pada sastra. Didepannya saya bisa menjadi diri sendiri. Seperti air yang bersahabat dengan gravitasi. Seperti anak sungai yang menemukan muaranya. Jari saya menari-nari. Tak terkendali.
Baiklah. Sastra mengajarkan kejujuran. Maka saya akan jujur padanya. Dia pasti akan menerima saya apa adanya. Tak peduli sebrutal apapun bahasa saya. Tak peduli seabsurb apapun cerita saya. Yang jelas, setiap neuron dalam otak saya sekarang sedang diajak untuk berlari mengejar impuls menuju organ motori. Terkonversi menjadi sulaman kata dalam sajak cerita.
Oke berhenti bertele-telenya. Intinya bahwa saya ingin membayar hutang saya untuk menuliskan tentang seseorang. *dezing.
Iya tentang seseorang yang telah lama mengHANTUi empat cerita saya di blog ini. Bukan. Bukan. Saya tidak akan bercerita tentang Kuntilanak dan antek-anteknya (?). Tapi ini tentang Rinda...

Ngomong-ngomong... radar Neptunus saya sedang rusak. Saya lupa gimana cara menggunakannya. Tapi penonton (?) tak usah kecewa. Saya masih punya mantra sakti titisan dari Harry Potter. Yaitu sebuah tongkat ajaib. Taraaaa..... (*ngeluarin sumpit). Oke kita mulai kegilaan kita... *Berdehem-mencoba mengguncang sumpit-berdehem lagi-guncang-guncang lagi-dan....*
 "ACCIO MEMORI......!!!"
tiba-tiba keluar sambaran kilat berwarna ungu dari ujung sumpit tongkat saya. *apadeh
Tidak. Tenang saja, saya masih waras. Cukup waras untuk tidak meneriakkan mantra "Accio Rinda!!" Bisa-bisa tembok kost saya rusak oleh hantaman benda. *ampunNda.

Iya jadi disini saya akan bercerita tentang Rinda. Siapakah Rinda?? Siapa? Siapa hayoooo? Siapa??? SIAPAAAAA????


Yang jelas dia punya banyak kesamaan dengan saya. Huruf awalnya sama-sama huruf R. *iya baiklah saya akan serius*. Sama-sama golongan darah A. Sama-sama dari tasikmalaya. Sama-sama bisa sunda. Suka bercerita. Suka tertawa. Dan pandai membaca.:D
Oke itu tadi persamaan. Kalo perbedaan? Umm...engggg...hmmm....ngggg.&%*%*^O$#@%... Rinda itu keliatan dimanapun. Seperti halnya ketika awal pertama kali kita bertemu dia bercerita dengan cerianya tentang kenapa dia baru nongol di acara perkumpulan anak Tasik ialah karena dia baru aja sembuh dari kecelakaan. Berikut dialog kami...

(percakapan dibawah ini telah dialih bahasakan (?))

saya: kecelakaan kenapa nda?

Nda: ketabrak mobil.

saya: Hah??? Kok bisa?

Nda: tau tuh. Padahal nda lagi di pinggir jalan.

saya: ???

Nda: Dia bilang 'maaf mbak gak keliatan.'.

saya: "hah??" *gosok2 telinga.

Nda: "Gak keliatan." 

Dan melihat kenyataan bahwa rinda yang bercerita sambil seyum-senyum dan kadang tertawa macam begitu semakin membuat saya galau harus bagaimana saya berekspresi ketika itu. Huks.

Itulah pertama kali saya mengenalnya. Supel. Ceria. Ramah. Rame. Heboh. Cuek. Intinya. Gue banget.
 Jadilah kami temenan. Tapi mengingat kesibukan kami masing-masing akhirnya pertemanan kami tinggal hanya sebuah kontak nama di hape. Kenal sih. Tapi jarang kontek-kontekan. Hingga akhirnya KKN mempertemukan kami berdua. *hasyah. Dan disinilah kami. Di kkn ini menjadi semacam tim penggembira. Karena sepertinya yang heboh dan asik sendiri dari pihak putri adalah kami berdua. Ini menegaskan bahwa kehebohan kami memang independen. Tak bergantung pada ada atau tidaknya orang lain. Yang jelas kami selalu menjadi semacam katalisator kebrutalan dimanapun dan kapanpun #pasang tampang jumawa.

Saya sedikit belajar cuek dari Rinda. Cuek tentang apapun pendapat orang. Bodo amat walopun makan sepiring nambah lagi yang penting saya kenyang. Hho. Dan baru saja saya membaca sebuah artikel bahwa orang cuek itu adalah ciri-ciri orang kreatif. Karena saya kreatif brarti sayaaaa..... *plak!!

Cuek itu identik dengan keren. Lihat saja sinetron-sinetron korea yang TIDAK SENGAJA saya tonton itu kan rata-rata si pemain ceweknya berkarakter cuek. Cuek kalo dia kesekolah pake kaos kaki warna warni. Cuek kalo dapat gretongan selalu menjadi yang terdepan. Cuek kalo ketiduran dikelas. Cuek kalo tidurnya ngeces. Iya saya tau kalo anda mungkin juga bertanya kerennya dimana. Huks. T_T. *Eh btw itu TIDAK SENGAJA nya kok banyak beud.*. Baiklah. Kita anggap saja paradigma keren dimata saya dan dimata anda mungkin beda. Tenang Nda!! Yang jelas percayalah bahwa kecuekan kita itu keren. Yeah KEREN. hho.-_-"

Rinda. Yang akrab dengan semua orang. Yang disayang sama kakak-kakaknya di Jeruk (?). Yang perhatiannya tingkat dewa pada asupan gizinya. Yang sangat ngangenin buat saya *empuk* ^_^. Yang selalu pandai membuat saya tertawa.
Seperti kisah ketika disuatu hari saya tengah sangat luar biasa malas untuk tertawa. Tiba-tiba Rinda ngebbm saya dan menanyakan kabar saya padahal jelas jelas saya ada disebelahnya. Dan karena saya mengabaikan bbm nya, dia pun menyenggol-nyenggol saya dan berkata, "Bales dong!." Et sumpah saya yang niatnya puasa ketawa jadi ngakak karena manalah pula ada orang yang ngirim pesan ke suatu tempat yang kita anggap saja jauh jaraknya tiba-tiba dia datang tergopoh-gopoh menghampiri si alamat yang dituju hanya untuk bilang, 'balas pesan saya,' lalu dia pergi lagi. *gubrak. Kenapa tak ngomong saja langsung??? Ah absurb. Iya untuk mencari alasan untuk tertawa itu absurb. Sama absurbnya dengan orang dewasa.
Taukah??? Orang dewasa itu membingungkan. Dia bisa tertawa padahal dia menangis. Atau dia bisa menangis karena tertawa. Padahal ketika anak-anak, saya tak begitu. Anak-anak itu memiliki jiwa yang bipolar. Yang mereka kenal hanya hitam dan putih. Tidak ada abu-abu. Jika sedih ya akan menangis. Jika senang ya akan tertawa. Itu saja. Mereka begitu sederhana. Sederhana mengejawantahkan rasa menjadi ekspresi yang jujur. Maka kadang saya tak suka menjadi dewasa. *ngelantur.

Oke fokus!
Rinda sangat perhatian akan detail. Dia bisa menebak apa yang orang lain bisa sembunyikan. Dan saya suka ketika tebakannya tentang saya begitu tepat sasaran. Haha. Saya juga sebenarnya suka mengamati orang. Tingkahnya. Pola pikirnya. Sikapnya. Caranya menghadapi masalah dan menyelesaikannya.
Tapi jika saya ditanya siapa saya? Saya?? Saya siapa? Saya apa? Saya dimana? Apa Saya? Amnesia? Manusia? Ah saya lupa....

Oke jadi sekarang giliran Rinda yang menceritakan siapa saya. Saya tunggu.

Dan... Yeeee....... *keprokkeprok pukul meja nari pompom. (?) Akhirnya saya sudah membayar lunas hutang saya.
Izinkan saya untuk memunguti kembali tugas saya. Terkantuk-kantuk lirik jam. Apaaaah??? Jam 2? *nangisbombay.  *tarik selimut-baca doa-tidur. Zzzzzz.....

Awan Berkilau???

Baru kali ini saya menyadari kalo ternyata suasana sore di kampus begitu tenang. Hilir mudik orang-orang di selasar perpustakaan. Ada yang duduk-duduk melingkar sembari serius menyimak seseorang yang bicara entah apa. Sementara di lain tempat, masing-masing sibuk berkutat dengan gundukan buku-buku setebal batu bata. Intinya mereka punya kesibukan. Lalu saya?
Entahlah. Sebenarnya saya lagi malas disibukan dengan suatu apapun hari ini. Biarlah saya untuk sekali ini saja menghirup udara sore di perpus. Iya diperpus. Jangan berbaik sangka dulu. Saya kesini bukan untuk membaca. Tapi untuk... rapat. huks.

Dasar jam Indonesia yang melarnya gak ketulungan, rapat yang harusnya udah dimulai sejak 15 menit yang lalu, ini orang-orangnya aja belum pada datang. Akhirnya disinilah saya. Sendiri. Mengamati.
Sesekali jika ada yang menyapa saya hanya membalas senyum sekenanya.

Dan birunya langit sore itu cukup menarik perhatian saya. Langitnya tak berawan. Datar. Monoton. Tak ada yang istimewa. Saya berharap ada awan. Segumpalpun tak masalah bagi saya. Asalkan langit itu tak bisu. Ia hanya diam, tanpa memberitahu apa yang ia sembunyikan dibaliknya.
Saya suka awan. Karena awan selalu menyampaikan pesan dari langit. Awan putih pertanda cerah. Awan hitam pertanda mendung.
Dan....saya ingin awan mendung sore ini. Karena memendam rasa itu menyakitkan *sotoy*, maka keluarkanlah semua rasa itu menjadi rintik-rintik hujan. Atau bahkan hujan deras. Terkadang diselingi petir. Tak mengapa bagi saya, asal akhirnya saya tahu bagaimana keadaan langit sore itu. Daripada absurb. Menebak nebak. Ah sudahlah. Kenapa saya berburuk sangka pada si langit yang bisu? Mungkin dia lagi malas berkata. Sama seperti saya...

Dan saya dikagetkan oleh suara seseorang yang memanggil nama saya. Katanya rapat akan dimulai. Ah kenapa mereka harus datang sekarang? Padahal saya sama sekali sedang tak keberatan untuk menunggu. Menunggu mereka sampai akhirnya kumandang maghrib membatalkan jadwal rapat sore itu.

Tapi kemudian indahnya sore itu dihancurkan oleh kalimat seorang teman..
"Rin, tumben ontime." *gubrak.

Senin, 01 Oktober 2012

Sepenggal Kisah dari Sarimulyo Part III

Saya masih punya hutang menuliskan satu personil Genk Cherrymulyo ya di blog ini.
Oke... hmmm... *pasang radar neptunus.


2. Hantari
Saya bingung harus mulai dari mana. Yang jelas, dialah yang sepatutnya dapat porsi cerita terpanjang dari saya. Karena apapun, kapanpun, dimanapun, bagaimanapun, lagi apapun, semua-muanyapun, ada saya berarti ada Hantari. Begitu pula sebalinya, ada Hanhan pasti ada saya. Kami seperti sepaket kemana-mana.
Dia adalah sahabat saya seangkatan (jelas), sefakultas, sejurusan, sekelas, sekelompok belajar, seorganisasi, sekkn... sesubunit pula. Tak hanya itu, setiap duduk kuliah pun kami pasti duduk sejejeran. Masih ada lagi, kost kami jaraknya tinggal ngesot, deketan banget. Masih mau tambah? Sama-sama dikawat, hhe.
Ada lagi.
Jadi tiap pagi di tempat kkn kan Kormasit kami (Mas Zun), rutin menanyakan rencana aktivitas kami di hari itu. Dan semua pasti udah hafal, kalo saya yang duluan ngomong, pas giliran Hanhan, dia pasti jawab "Idem deyni." Begitu pula sebaliknya, kalo saya yang trakhir ditanya, saya jawabnya "idem Hanhan." Haha. Tiap hari di tempat kkn aktivitas kami memang barengan. Dari mulai bangun tidur sampe tidur lagi. Zzzz...:D. Mas Anas sampe nyangkain kami kembar siam. Wkwkwk

Senang rasanya bisa sesubunit sama Hanhan. Paling tidak, adanya Hanhan bisa mengurangi orang di kkn yang harus saya adaptasi-i..*apasih. :D.
Kami berjuang bersama dari awal. Mulai dari kelompok yang Srunggo (kelompok kkn awal kami), hingga akhirnya Srunggo dibubarkan dan terdampar di klmpok kkn yang sekarang. Di kelompok kkn yang sekarang ini pun, saya klop dalam jiwa berdagang bersama Hanhan. Hho. Ditengah kuliah yang 25 sks itu, kami (dibantu tmen yang lain tentunya) bahu membahu mengais-ais rezeki untuk menghidupi kelangsungan hidup kkn ini *hasyah. :D
Dipikir-pikir lucu juga mengenang masa-masa dagang itu. Pagi jam 6.30 ngambil roti yang rutin dipasok oleh Andri (Koormanit kkn), trus dagang dikampus. Nah kalo hari Kamis, kami jam 2 siang sepulang kampus langsung ke pasar Kranggan beli bahan-bahan buat bikin kolak. Dan bereksperimenlah kami membuat kolak yang baru pertama kali itu kami buat,*dezing.

Panci yang segede gaban itu kami udek-udek dengan gaya penyihir yang lagi bikin ramuan. Dan seperti biasanya, lidah saya dan lidah Hanhan selalu beda. Saya yang keukeuh kurang manis VS Hanhan yang sudah pas. Apa beda suku itu beda lidah ya? hho *gak-penting-kali. 

Setelah si Kolak malang itu di pack, kami antar ke Maskam untuk diantar ke Putra yang kebagian tugas dagang. Nah ajaibnya, eksperimen Kolak kami itu langsung ludes. LUDES loh sodara-sodara!!!
Jangan-jangan kolak kami mereka buang ke empang. Huks. Habisnya kami terharu. Kok ada ya yang mau beli? T_T. Dan dengan sadisnya Mas Wawan malah nanyain kabar pembelinya baik-baik aja apa kagak. *dezing.

Tak hanya itu, tiap minggu pagi, kami juga setia memasok molring ke yang putra. Semacam Mak Icih gitu deh, cimol kering yang dikasih bumbu aneka rasa. Mereka biasa menjajakannya di sunmor (sunday morning), semacam pasar tumpah gitu tiap minggu pagi di area kampus UGM.
Berminggu-minggu kami rutin dagang, dan lucunya suatu hari saya dan Hanhan dapat sms dari siapa ya, sayangnya saya lupa.
"Kalo bisa yang putri juga ikut bantu dagang. Soalnya kalo kami menawar-nawarkan kolak ke akhwat suka krik-krik gitu."
*Gubrak. -_-"
Jadi, akhirnya kadang-kadang saya dan Hanhan memang ikut turun ke jalan juga sih sekedar jualan Es sop buah atau es timun. Lucunya kalo dagangan kami gak laku biasanya kami beli sendiri satu-satu plus maksa temen sekost buat beli. haha.



Ada cerita lucu ketika awal-awal kami di pondokan. Jadi ceritanya kami (saya dan Hanhan) bikin daftar belanjaan bahan masakan untuk siang dan sore, mas Anas sma Arif lah yang ke Pasar pagi itu. Nah berhubung kami kagak tau takaran, kami asal aja nulis banyaknya masing-masing bahan. Seons aja kami kagak tau segimana. Dan dengan brutalnya kami nulis di daftar itu cabe setengah kilo. Jeng jeng... begitu mas Anas dateng kami cengok liat belanjaan cabe semua. Maksudnya dari sekian belanjaan itu cabe yang dominan. Cabe kriting pula. Akhirnya mau gak mau kita paksa tuh anak-anak putra tiap hari makan cabe. Kriting- kriting deh. Hho...

Selama kkn, Hanhan juga merangkap menjadi penerjemah saya. Haha. Iya dilumayanin aja deh ya dia walopun sebenernya bahasa Jawanya juga belepotan. :D.
Seperti halnya Arif, dikalangan yang putri, Hanhan adalah yang bungsu.
Iya jadi Hanhan ini suka agak lama gitu koneksionnya kalo dengerin cerita. Yang laen udah ketawa dia baru mencerna, yang laen selesai ketawa dia cekikian sendiri. *Gubrak. Dan dia selalu bangga kalo disebut polos. Padahal polos itu identik dengan Arif. *eh. Hehe...
  
Jadi, untuk orang yang baru kenal Hanhan mungkin akan mengira dia pendiam. Tapi sebenarnya kalo sudah akrab dia bisa heboh juga sih. Apalagi kalo udah menyatu antara saya dan Hanhan ditambah mbak Hapzah. Beuh... gonjang ganjing dunia persilatan *apadeh
Pernah disuatu pagi sepulang dari pasar. Saya dan Hanhan terperosok di turunan  tajam terjun dari motor. Dan jleb, bawah pinggang saya mendarat di batu yang tajam. Sontak saya diam.
"DEEEYYYYY.... DEEEEEEYYYYY.... DEEEEEYYYYY", teriak Hanhan heboh bener.
Sebenarnya saya panik karena Hanhan jerit2 manggil2 saya, tapi karena sakit, saya terdiam agak lama.
Dan setelah nyawa saya terkumpul saya bantu Hanhan berdiri dari posisinya dan bertanya....
"Knp Han? Apanya yang sakit?".. dengan datar dia jawab "Gak kenapa2. Ga ada yang luka kok." Gubrak.
Dan naasnya ketika posisi kami terkapar sedemikian rupa itu tiba-tiba dari atas terdengar suara anjing yang menggonggongi kami. Yas salaaammmmm.....  Hebohlah kami nyari bantuan panggilan emergency. Nelepon si ini, kagak diangkat, nelepon si itu, kagak diangkat. Mana itu anjingnya semakin mendekat lagi. T_T.....
Dan akhirnya....... Jeng jeng.... Arif-lah yang dengan jumawa mengangkat telepon kami itu. Aiiiihhhh....Arif memang selalu di garda terdepan menyelamatkan akibat kebrutalan kami. Haha...
Hasil dari jatuhnya kami ini adalah cara jalan saya jadi gak keruan selama beberapa hari. Dan baru saja memar di pinggang ini mulai sembuh, dengan tragisnya saya jatuh lagi bersama Mbak Hap seperti yang saya ceritakan di Part II. 

Oke balik lagi ke Han. Senang bisa memiliki teman yang bisa saling mengingatkan di kkn. Berfastabiqul khairat bersama. Saling menguatkan. Saling memberikan nasihat. Saling mengerti ketika yang satu emosi, maka yang lain mengalah, ketika yang satu terjatuh, yang lain menjulurkan tangan. Subhanallah...

Saya pernah baca buku yang saya lupa judulnya. Katanya, perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam berteman itu adalah, perempuan melihat kualitas, laki-laki melihat kuantitas. Artinya, perempuan akan merasa nyaman berada di suatu lingkungan selama ia memiliki teman--tak peduli sesedikit apapun teman itu--dengan ikatan emosional yang kuat alias sahabatan deket. Kalo laki-laki, mereka akan betah kalo punya banyak teman, tak mempermasalahkan kedekatan emosional. Berabe juga kalo ada 2 cwo sahabatan dengan ikatan emosional tinggi. hho. *krik.

Yah intinya adalah, saya beruntung memiliki teman-teman kkn yang sangat luar biasa. Membuat hari-hari kami semakin berwarna. Adalah skenario Allah ketika akhirnya kkn Srunggo itu bubar. Adalah skenario Allah ketika saya dan Hanhan ditolak daftar di sebuah grup kkn lain karena kuota putri sudah overload. Adalah skenario Allah pula ketika kami menemukan klmpok kkn yang masih kosong dan mau menerima grup Srunggo yang bedol desa

Saya dan Hanhan suka sekali dengan lirik lagu ini:
Baru saja berakhir...
Hujan disore ini...
Menyisakan keajaiban...
Kilauan indahnya pelangi...

Tak pernah terlewatkan
Dan tetap mengaguminya
Kesempatan seperti ini
Tak akan bisa dibeli....

Bersamamu kuhabiskan waktu...
Senang bisa mengenal dirimu,...
Rasanya semua begitu sempurna...
Sayang untuk mengakhirinya....

Melawan keterbatasan...
Walau sedikit kemungkinan...
Berusaha terus hadapi...
Hingga sedih tak mau datang lagi...

Bersamamu kuhabiskan waktu...
Senang bisa mengenal dirimu,...
Rasanya semua begitu sempurna...
Sayang untuk mengakhirinya....
Janganlah berakhir....
Tetaplah seperti ini....
(Ipang- Sahabat Kecil)



Oke ini akhir dari "Sepenggal kisah dari Sarimulyo." Berhubung saya sudah terlanjur bilang mau cerita tentang rinda, for next story adalah Rinda. Smangat!! hho...Hosh!!...:D

Sabtu, 29 September 2012

Sepenggal Kisah dari Sarimulyo Part II



Alhamdulillah akhirnya saya bisa menulis lagi. Saya punya hutang menuliskan part II dari kisah kegejean kkn kami. Part I sudah membahas yang putra. Oke baiklah sekarang part II membahas yang putri...

Beri saya waktu untuk memanggil memori kkn saya...*Pasang radar neptunus.

hmm...

1. Mbak Hapzqh. Angkatan 2011 jurusan pariwisata FIB. Iya mbak Hapzah memang angkatan 2011, tapi dia ekstensi dari D3, jadi aslinya ya 2008. Adalah yang paling dewasa diantara kami bertiga. Saya dan mbak Hap sama-sama punya golongan darah A. Haha... iya jadi kami di kkn ini hobi banget menghubung-hubungkan sifat orang dari golongan darahnya.
Untuk lebih lengkapnya buka aja deh ini...

Jadi di subunit kami ini, yang putrinya terkenal cerewet. Rame. Berisik. *huks. T_T
Yang putra kebalikannya. Pendiam. Irit ngomong. Jawab seperlunya. Sangat halus kalo bicara. Karena orang jawa asli juga kali ya.

Mbak Hapzah itu sangat supel. Mudah akrab dengan warga. Ibu-ibu terutama. Entahlah gimana caranya yang jelas kalo saya pribadi secerewet gimanapun kalo udah mentok di bahasa biasanya saya skak mat.
Mbak Hapzah itu pengalamannya segudang. Dia pernah jadi asisten chef di sebuah restoran. Itulah kenapa Mbak Hap kami daulat menjadi Chef master subunit kami. Paling jago masak. Mau masak apapun dan bahan-bahan yang tersisa apapun pasti bisa disulap jadi makanan. Padahal kondisi dapur kami disana adalah begini...



Dibawah ini foto Faiz. Cucunya Ibu tempat kami mondok. Lucu kaaaannnn.. :).


Fokus ke Mb Hap.
Saya punya banyak cerita lucu bersama Mbak Hapzah. Namun yang paling saya ingat adalah ketika kami berangkat ke pasar ditemani dua putra macam Mas Bayhaqi dan Mas Ulin (sosok dari subunit sebrang--dusun Pengos B).
Syahdan, selepas shalat subuh, Mas Bay menawari kami pergi ke pasar. Dan pagi itu yang berangkat ke pasar adalah saya dan Mbak Hap). Nah, janjianlah kami di jembatan. Setibanya disana... Jeng Jeng... mereka ternyata lebih prepare daripada kami. Mereka tuh bawa keranjang belanjaan coba. :D :D


Dan sesampainya dipasar kami lebih geleng-geleng kepala lagi, ternyata mereka juga bawa daftar belanjaan lengkap banget.*gubrak. Salut! :D
Maka keonaran pun kami buat di tukang daging. Jadi mereka belanja daging entah berapa kilo (yang jelas banyak banget soalnya sorenya di subunit mereka ada acara gitu), nah sambil nungguin si ibu daging potongin daging mengobrollah kami, dan kami barus sadar kalo obrolan kami itu jadi pusat perhatian orang-orang yang lewat coba.  *nyari-lobang. T_T
"Sumpah, bawa kalian itu berdua aja udah berasa bawa orang sekampung, berisik banget."
begitu kata Mas Bay.

Singkatnya. Belanjaan mereka ternyata lebih alay dari kita. Haha. Rempong beud. Lucu aja gitu liatnya, kita yang putri cuma bawa keresek kecil-kecil. Mereka??? Keranjangnya yang segede gaban aja masih gak muat.

Begitu nyampe parkiran, mereka heboh ketinggalan beli sesuatu trus kami yang putri dibiarkan jongkok di parkiran menunggui segunung belanjaan mereka. Kebalik kan? haha... itulah indahnya kkn.
"Kalian mau pulang gak??" tiba-tiba Mas Bay membuyarkan rumpian kami di sudut parkiran. Oalaaah ketauan deh kami malah asik ngerumpi meninggalkan barang belanjaan mereka di dekat motor. Ya salaaaammmm.... :D
Dan di perjalanan pulang ke pondokan, kami di cegat polisi. *tepokjidat,
Mendadak ada razia gitu deh. Kami dimintai surat surat motor. Dan manalah pula saya bawa dompet, duit aja cuma bawa selembar, itupun diselipin di wadah Hape. Gubrak.
Dan beginilah kami...
 

Ckckckck... mengkhawatirkan. Kayak anak ilang. Haha... Tapi apa yang terjadi dengan tampang-tampang kami?


*Gubrak.
Keberisikan kami di sana kayaknya agak sedikit menggagalkan suasana tegangnya di tilang. Maka entah gimana ceritanya, akhirnya kami memang dibebaskan dari razia, mungkin selain karena kami anak KKN UGM yang punya bukti KIK sakti, juga mungkin karena memang Pak Polisinya berharap kami cepetan pergi. -_____-

Dan tahukah? Sepulang dari pasar itu saya dan Mbak Hap terjun dari motor. Jatuh hampir terperosok ke jurang yang penuh batu coba. Untung Mbak Hapzah banting setir dan menjatuhkan diri tepat di bibir jurang. Zzzzzz ngeri. Tertatih kami berdiri dari motor (jadi ceritanya kami sudah pisah jalan dari yang putra tadi), dan ditolong oleh nenek yang lagi nyapu. Daaaaannnn.....dengan brutalnya kaki saya yang terkilir di puntir-puntir di pinggir jalan oleh sang nenek itu. Sakti banget dah, sampe saya jerit-jerit gajelas kayak tarzan di tengah hutan. Sakit banget. huks. T_T.

Begitulah Mbak Hap. Sebenarnya masih banyak cerita-cerita menarik lainnya, tapi ya ini dulu saja. Untuk Hantari., Next Part III... ^_^. Smangaaaattt!!!