Jumat, 22 Maret 2024

menerka

 Berkas-berkas itu kini telah tertumpuk rapi. Sudah sejak 2 jam lalu ia merapikannya sambil sesekali menghela nafas panjang. "Mau sampai kapan aku melakukan ini." gumamnya disela sela kesibukannya menghitung rekapan berkasnya. Ini ke 3 kalinya ia melakukan hal ini. Mengeprint berkas menjadi 3 tumpuk, memasukannya ke map mika bening dan membolonginya dengan pembolong kertas agar tersusun rapi dalam map. Hatinya sesekali mencelos saat melirik logo dalam tumpukan paling atas berkasnya. Logo sebuah perguruan tinggi terkenal. Kesitulah dia akan mengirim berkasnya. Alangkah terjalnya jalan menuju tempat pemilik logo itu. Upayanya taun lalu tak membuahkan hasil. Ditahun ini dia mencobanya lagi. Dengan berkas seadanya, karena instansinya belum memberinya izin sementara deadline pengumpulan berkas sudah semakin sempit. Nekat dia mengumpulkan berkasnya taun lalu. Ia hanya memasrahkan semua pada Allah Azza Wa Jalla, Maha pembuat skenario terbaik. 

Setiap ia gagal menembus perguruan tinggi itu, ia selalu mencoba mengevaluasi diri. Yang mana yang salah, yang mana yang terlewat, mana yang luput. Tapi semakin mengingatnya, hatinya semakin pedih. Terkadang ia berhenti ditengah jalan, merenung, apa sebenarnya yang dia cari. Kenapa sengoyo itu menuju perguruan tinggi? Tak cukupkah pendidikannya saat ini? Tiba tiba tubuh mungil yang dari tadi berada disampingnya menggeliat lembut. Bau keringatnya menyeruak seiring dengan gerak tubuhnya. Bau keringat paling nikmat sedunia itu ia hirup dalam-dalam. Ia elus dan kecup tubuh mungil itu. Tak lama, 2 tubuh mungil  lainya ikut menggeliat. Lalu ia rapikan posisi tubuh tubuh mungil itu satu-satu. Ya, dia sudah punya 3 anak. Merekalah bahan bakarnya untuk semangat meneruskan sekolah. Ia akhir-akhir ini begitu sibuk di pekerjaannya. Hampir tak ada waktu bersama anaknya. Sekolah, adalah tempatnya untuk rehat dari pekerjaan. Ia merasa rindu menuntut ilmu. Ia begitu banyak tak tau. Dan sekolah bagai telaga yang mampu memenuhi dahaganya. Namun sudah hampir 2 tahun upaya ia lakukan untuk sekolah lagi sampai saat ini belum membuahkan hasil. Tahun ini urusannya malah semakin pelik. Andai ia tak menggantungkan harapannya pada Allah, niscaya sudah sejak lama ia menyerah. Ia hanya meyakini bahwa tugas seorang hamba hanya berusaha. Keputusan tetap ada ditangan Allah SWT. Ia hanya memasrahkan arah hidupnya pada Allah SWT. Hidupnya akhir akhir ini laksana air yang menggenang dalam kolam. Keruh karena kurang bergerak. Ia ingin sedikit menjernihkan hidupnya dengan bergerak. Mengalir ke tempat yang ia pasrahkan pada Allah. Ia hanya mengikuti kata hatinya. Walaupun jalannya begitu berliku lagi terjal. Ia akan coba sampai ia terjatuh dan tangan tangan Allah SWT pun akhirnya menolongnya. 

Berkas berkas itu telah siap ia kirim ke kantor pos besok. Dan tugas lainnya masih siap menantinya untuk dikerjakan. Pekan depan ia ada presentasi Nakes Teladan. Ia terpilih mewakili kecamatannya untuk ikut lomba di tingkat kota. Satu-satunya penghiburannya bahwa, mungkin Allah SWT belum berkehandak meloloskannya sekolah taun lalu adalah karena alasannya untuk ini. Maka ia maksimalkan segenap kemampuannya untuk lomba ini. Apa lagi yang dimiliki seorang mukmin selain berprasangka baik pada Tuhannya? Hanya itu satu-satunya penguat jiwanya yang rapuh. Ia berjanji dalam hatinya bahwa akan memberikan yang terbaik dalam lomba ini. Agar ini benar- benar menjadi alasannya sepadan untuk menunda sekolahnya ke tahun berikutnya. Ya Allah.... tolong .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar