Minggu, 03 Mei 2020

Momen Lahiran Kira

Waktu itu, hari Selasa 8 Agustus 2017.

Usia kehamilan saya sudah 39w6d.
Besok seharusnya adalah waktu perkiraan Kira lahir. Pak suami sudah sejak 4 hari lalu membersamai saya. Hari jumat lalu, suami segera ke Tasik begitu mendengar saya mengeluarkan flek darah. Dia sudah menunggu begitu lama panggilan untuk segera mengambil cuti melahirkan, jadi, begitu ada "tanda", ia segera berangkat ke tasik. Di rumah tasik semua org sudah berkumpul bersiap siaga. Sudah ada suami, ayah ibu dan adik saya tentunya, nenek, ibu bapak mertua, kakak sepupu, dll. Bayangkan! Dikelilingi begitu banyak orang yg bersiap mendengar tanda dari saya itu benar2 membuat frustasi. Selanjutnya semacam krik krik gitu ketika ternyata tak ada pergerakan apa2. Wkwkk. Sudah sejak seminggu lalu saya dicecar dengan pertanyaan "sudah kontraksi?" "Sudah mules?" Oleh begitu banyak orang. Pertanyaan yg ternyata sama menyebalkannya dengan "kapan nikah?". Hiks. 

Hingga 4 hari sejak keluarnya flek darah, bolak balik di cek ke bidan jawabannya selalu sama "baru bukaan 1 bu, kembali lagi kalo sudah mules dengan frekuensi 2 menit sekali ya bu." Sementara saya yg baru pertama kali hamil, bingung gimana sebenernya rasanya mules. Karena tiap hari perut ini rasanya kayak nyeri kalo sedang haid. Cekit2 cenut2. Yang paling membuat saya frustasi adalah, besok jatah cuti melahirkan pak suami habis. Artinya lusa dia harus sudah masuk lagi kantor. Ibu bapak meminta suami untuk pergi kembali saja ke jakarta, "jangan terlalu memikirkan Deini, Deini sudah banyak yg jaga disini. Fokus ke kerjaan aja." Katanya. Mendengar itu, saya hanya menunduk sedih. Malamnya saya menangis mengadu pada Allah, agar disegerakan proses lahirannya, dimudahkan, dan memohon keselamatan.

Esoknya, Rabu, 9 Agustus 2017 hari terakhir cutinya suami, dan hari ke 40 usia kandungan saya. Saya diantar suami ke dokter kandungan. Kirain bakal diperiksa doang, atau disuruh pulang lagi krn ga mules2. Ternyata detik itu pula dr kandungannya meminta saya segera ke RS untuk proses induksi. Jam 11 siang cairan induksi mulai disuntikkan ke infusan. Dan gelombang cinta itu datang.

Tau ga sih rasa pedihnya menunggu lama, kemudian saat yang ditunggu itu akhirnya datang, itu kayak "come to mama.." Sini sini mau sakit kayak apapun saya terima dengan adanya suami disamping saya*eeaaa. Kelak ketika lahiran anak kedua saya akan mengerti pentingnya kehadiran suami ketika lahiran. Dan bener dong ternyata sakitnya aduhai. Tapi karena udah ikhlas dan pasrah jadi ya rasanya nikmat. Kata Mama, saya bener2 hening pas proses lahiran. Mama malah cerita katanya ada yg lahiran sampe teriak teriak, atau jambak2, atau ada yang loncat2 saking sakitnya. Denger cerita itu lumayan bikin saya semakin rileks. Ditambah suami yang udah mahir memijit2 punggung saya sesuai brifing bidan. Begitu bukaan 6 keatas, hebatnya rasa sakit melahirkan semakin menjadi2. Itu kayak disetrum. Masya Allah. Disetrum, trus berhenti, belum juga nafas lega, udah disetrum lagi, begitu terus. Tapi alhamdulillah dzikir bener2 mengurangi rasa sakit. Pokoknya udah kayak sesenti lagi menuju maut. 😭. Penting banget orang disamping kita mengingatkan dzikir tuh. Dituntun istighfar terus2an. Pokoknya yg ada difikiran ketika itu adalah Mama. 😭.... ketika adzan ashar suami yang daritadi sibuk memijit2 saya sembari habis tangannya saya remas2, pamit hendak shalat. Buru2 ku genggam tangannya erat biar dia ga kemana mana. Jam 16.30 Kira lahir. Hamdalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar