Minggu, 03 November 2013

Hujan dan bekasnya

Gemericik hujan yang aromanya menyeruak dari balik pintu kamar saya, benar-benar menggelitik saya untuk bergegas keluar. Lihatlah, saya terkesima menyaksikan peluru-peluru air itu menerobos dari langit dan berkecipak ditanah. Menganga menyaksikan semesta jogja dibelai lembut oleh bulir2 air sore itu.

Benar apa kata firman Allah dalam kalam-Nya, bahwa ketika turun hujan tiba tiba saja kau merasa gembira. Gembira karena ini waktu yang paling tepat menengadahkan tangan-merasakan titik titik air itu membasahi tangan-lalu ia meresap sampai ke hati-dan otomatis mata ini terpejam-bibir ini bergumam. Biarlah hanya rintik-rintik hujan yang mendengarnya, merekamnya, dan kemudian akhirnya ia berdebam ditanah dan diserap akar pohon. Kemudian tunggulah kapan saatnya semesta berkonspirasi.

Saya sangat tidak keberatan jika hujan sore ini terus menerus mengguyur hamparan jogja tanpa henti hingga akhirnya malam memeluknya dalam tidur lelap. Saya yakin, awal november telah lama menantinya. Ini gilirannya setelah paceklik berkepanjangan melanda saya sepanjang bulan lalu. Tak apa meski hujan mencegah saya pergi menerobosnya, saya telah cukup rakus untuk kemana-mana hari ini. Tak apa meski hujan membuat semua jemuran tetangga kuyup. Tak apa. Saya rela. Asal bukan jemuran saya*hiks. Karena hujan selalu berhasil memberi isyarat menentramkan. Mendinginkan. Melelehkan.

Bagi saya hujan selalu berhasil membuat saya mengerti betapa besarnya arti kebersamaan. Jika cerah membuat semua orang egois dengan tujuannya masing2, pergi kemanapun sekenyangnya, maka hujan hadir menyatukan hati yang telah lama terserak. Mendekatkan yang jauh. Menyatukan keluarga didalam rumah dalam kehangatan canda dan tawa. Hujan hanya memandangi kami yang berkumpul untuk berteduh sembari tersenyum. Hujan hanya mengintip dengan penuh kasih sayang dari balik jendela sebuah rumah yang penghuninya tengah makan bersama merayakan momen yang jarang dialaminya.

Hujan. Bagaimana cara saya mengungkapkan rasa terimakasih saya? Saya ingin memelukmu, tapi kau tak teraba meski adanya kau begitu terasa. Ah ya hujan juga mengajarkan keikhlasan. Belaiannya yang menyejukkan memang tak tergenggam tangan, namun terasa oleh semua indera.

Hujan, tolong sampaikan padanya bahwa rasa syukur saya karena mengenalnya adalah sebanyak butir butir yang kau semai ke semesta.
Hujan, tolong sampaikan padanya, bahwa keegoisan hanya akan menjauhkan hati...
Hujan, ini giliranmu menyatukan hati kami...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar