Jumat, 04 Januari 2013

Refleksi (1)

Dengan menyebut nama Allah yang maha Pengasih lagi Maha Penyayang. ^_^

Saya tarik nafas dalam-dalam. Lalu saya pejamkan mata.Dan taukah? Saya bisa melihat semuanya. Tentang perjalanan hidup saya. Setapak demi setapak. Hingga saya bisa sampai disini. Betapa penuh perjuangan. Sungguh.

Saya awali cerita ini dengan sebuah dongeng. Dongeng yang saya dapat dari buku karya Kang Abik (Habiburrahman El-Shirazy) berjudul "Ketika Cinta Bertasbih" jilid 1 (iya kalo tidak jilid 1 ya jilid 2 saya lupa), di halaman-halaman terakhir. Buku itu saya baca ketika kelas 2 SMA. Saya ingat cerita itu hingga sekarang. Percayalah. Betapapun kau bersikukuh telah menonton film dengan judul yang sama, kau tak akan menemukan dongeng ini di filmnya.

(Cerita dibawah ini sudah di modifikasi sedemikian rupa sehingga... *baca aja.)

Alkisah di sebuah hutan yag rimbun, lewatlah segerombolan domba, terdiri dari induk domba, ayah domba, anak-anak domba, beserta kakek dan nenek domba (?). Mereka ke hutan untuk mencari rumput. Iya ceritanya ada rumput di hutan. *udah gausah protes.-____-"*. Tapi tiba-tiba sang induk domba mendengar ada suara rengekan bayi di semak-semak. Maka dengan memberanikan diri, sang induk domba pun mencari sumber suara rengekan tersebut. Dan omaigad ternyata si induk itu menemukan ada seekor bayi Singa, lucu sekali dan menggemaskan (?). Si induk itu pun membujuk suaminya agar ia diizinkan membawa pulang si anak singa tersebut dan turut membesarkannya. Meskipun sedikit khawatir si ayah domba yang baik hati, ramah-tamah tapi ga rajin menabung (?) itu pun akhirnya mengizinkan si bayi singa di bawa pulang kerumah.

Begitulah si bayi singa itu dinamai Simba oleh induk domba, dan si ibu domba dengan telaten membesarkan si Simba dengan penuh kasih sayang sebagaimana ia menyayangi ke-3 anaknya yang lain. Ketiga anak domba itu kita namai saja hmmm...ngggg..... namanya Doly, Dola, dan Dolu (?). Nah, sebagaimana Doly, Dola, dan Dolu si Simba ini juga dibesarkan layaknya anak domba oleh ibu domba. Ia digembalakan sebagaimana domba, disusui oleh ibu domba, dan juga makan rumput seperti domba. Iya rumput, bukan daging.


Hari berganti hari, berganti minggu, bulan, dan tahun. Singkat cerita si Simba ini kemudian beranjak remaja dan sudah melewati masa-masa alaynya (?). Di suatu pagi yang cerah keluarga domba itu pun seperti biasa pergi ke hutan bersama-sama untuk memakan rumput. Si ayah domba pagi itu tak turut serta dalam rombongan karena yah sebentar lagi Idul Adha kayaknya (?). Intinya si Ayah kagak ikut ke hutan deh.

Nah balik lagi ke hutan. Ketika tengah asyik makan rumput, tiba-tiba mereka diserang oleh seekor Serigala buas. *Wow-panik*. Keluarga domba itupun berlari tunggang langgang dikejar Serigala. Naas. Si induk domba tak bisa lolos dari kejaran Serigala. Ia terpojok dan siap diterkam oleh Serigala. Ketika tengah terpojok, si ibu domba berteriak meminta tolong. Sementara di sudut lain, Doly, Dola, dan Dolu gemetar ketakutan tapi juga cemas pada ibu mereka. Berikut percakapannya.

(Percakapan di bawah ini sudah diterjemahkan)

Doly: "Mampus. Nyokap kite diserang srigala."
Dolu: "Aduh gimana dong?" *panik*
Dola: "Eh ayo kita tolong!!! Tapi gimana caranya?"
Dolu: "Lu aja sono yang nolongin. Lu kan anak paling gede." *noyor-noyorin bahu Doly.
Doly: "Kok gue sih? Elu kan yang badannya paling gemuk. Sono!!" *dorong-dorong Dola.
Dola: "Kok gue? Tuh si Simba aja!!!"
Doly-Dolu: "Nah iya bener. Simba!!"

Simba yang juga gemetar ketakutan kaget ketika di perintah oleh saudara-saudaranya untuk maju menyerang serigala.
Simba: "Kenapa gue? Gue kan anak bungsu."
Doly: "Lu kan singa. Srigala takut denga Singa. Sono lu!!"

Simba sungguh tak mengerti apa yang dimaksud saudara-saudaranya dengan kata Singa. Yang dia tau, namanya adalah Simba bukan Singa (?). Ia juga tak mengerti kenapa malah ia yang dikatakan berbeda oleh saudara-saudaranya. Yang dia tahu, dia ya juga domba, tak berbeda dengan saudara-saudaranya yang lain. Namun disisi lain ia harus menolong Ibunya. Ibu yang sangat menyayanginya. Yang telah membesarkannya. Inilah saatnya untuk balas budi.
Maka dengan memberanikan diri ia pun melangkah mendekati Srigala.

Simba : "Hey Srigala!! Lepaskan Ibuku!!!"

Srigala yang mulai beringas hendak menerkam makan paginya, berang ketika ada suara di belakang yang menghardiknya. Dan betapa kagetnya si Srigala ketika ia melihat ada Singa di tengah-tengah gerombolan domba. Lututnya mulai gemetar. Keringat dingin bercucuran. Ia sudah pasrah, pasti ia kalah, pikirnya. Namun ia mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk bersuara menantang Singa.

Srigala : "Hai Singa, apa kepetinganmu terhadap makananku?"
Simba: "Lepaskan!!"

Dan bersiaplah si Srigala berduel dengan Singa.

Si Simba yang murka melihat ibunya terluka parah, mengumpulkan keberaniannya dan ia dengan menarik nafas dalam-dalam mengeluarkan suaranya...

Simba : "EMBEEEEKKKKK.....!!" suara si SImba menggema di dinding-dinding pohon hutan.

Mendengar itu, alis si Srigala bertautan (?) *anggap aja ada alisnya -___-". Dan begitu sadar bahwa itu benar-benar suara dari si Singa dihadapannya ia pun tertawa terpingkal-pingkal. Bah... rupanya Singa yang ada dihadapanku ini hanyalah Singa bermental domba. Sama sekali tak ada yang perlu dikhawatirkan darinya, pikir si Srigala.
Dan dengan keberanian berlipat-lipat si Srigala pun menyerang si Singa. Sementara si Singa yang kaget melihat keberingasan si Srigala kemudian lari terbirit-birit dikejar Srigala. Pada akhirnya ia lari ke arah yang salah, ke jalan buntu sehingga ia tersudut dan pasrah. Ketika suasana semakin genting dan menyadari tak ada yang menolongnya ia pun menyerah.
Tiba-tiba dari dalam hutan terdengar ada suara auman Singa.
"AAAAAUUUUUUUUMMMM....."
Tanah hutan bergetar karena suara aumannya yang berwibawa. Dan terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekat, dialah sang Singa dewasa si raja hutan. Ia murka karena ia ternyata melihat anak Singa dikejar oleh Srigala. Si SInga datang untuk menyelamatkan anaknya. Begitulah akhirnya si Srigala pun menyerah dan lari tunggang langgang ketakutan melihat Singa.

Sementara si Simba yang semakin ketakutan karena melihat ada Raja hutan dihadapannya. Sudah jatuh tertimpa tangga, pikirnya. Ia hendak berlari, namun larinya tertahan oleh si Raja Hutan.

Raja: "Hey, Nak. Kenapa kau lari dariku?"
Simba: "Ampun, jangan bunuh aku!! Aku tadi hanya ingin menyelamatkan ibuku."
Raja: "Siapa yang akan membunuhmu? Ini aku. Singa. Sama sepertimu. "

Simba tak mengerti apa yang dikatakan si Raja hutan. Ia benar-benar ketakutan.
Si raja hutan yang semakin terheran-heran melihat Singa yang ketakutan segera menarik Simba ke pinggir danau.
Di pinggir danau, si Raja hutan melihat pantulan wajahnya di atas air danau yang bening.

Raja: "Mendekatlah, Nak! Kita sama. Aku singa dan kau juga singa."

Simba lalu memberanikan diri untuk mendekat. Ia benar-benar melihat pantulan wajahnya di atas beningnya air danau. Mereka sama-sama berkaca di atas air. Dan benar saja, wajahnya mirip dengan raja hutan. Dari mulai itulah ia baru sadar bahwa dia sebenarnya adalah singa. Calon raja hutan.
Setelah menyadari kebodohannya, Simba di ajari mengaum oleh raja hutan. Begitulah hingga akhirnya Simba pun tumbuh dewasa menjadi Singa yang sesungguhnya.

******************************************************tamat*******************

Kamu tau apa hikmah dari cerita di atas?
Yup, bisa jadi, kita sekarang ini sebenarnya adalah singa. Ya. Ada singa dalam diri kita. Namun karena kita yang terlalu naif dan terlalu sempit memandang hidup menilai diri kita hanya setaraf domba. Karena apa? Bisa jadi karena lingkungan kita yang membuat demikian. Lihatlah!! Kita hidup dengan orang-orang sekeliling kita adalah domba. Sehingga kita menilai diri kita tak bisa lebih dari mereka. Bahkan sama saja dengan mereka.

Potensi singa dalam diri kita, kita kubur dalam-dalam hanya karena kita menganggap diri ini sama dengan orang-orang disekitar kita. Tak ada inovasi. Sama saja.

Tidak. Bukan. Saya disini sama sekali tak mengajak untuk menyombongkan diri dan memandang rendah orang lain. Tidak. Tapi berfikirlah out of the box. Berfikir beda dengan yang lain. Kalo yang lain menyibukkan diri dengan bermain dan kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang). Maka kita kura-kura (kuliah-rapat-kuliah-rapat). Jika yang lain galau? kita ngaji. Jika yang lain pacaran? Kita ikut kajian. Karena kita Singa. Bukan domba.

Dan lihatlah, kawan. Kisah domba dan singa yang sudah mengendap dan terkristalisasi dalam diri saya sejak kelas 2 SMA ini telah merubah saya bertransformasi sedikit lebih baik dari saya yang dulu. Ya sedikit. Hanya sedikit. Saya butuh kisah yang lebih dahsyat lagi untuk membuat saya melangkah lebih jauh. Saya butuh lingkungan singa. Yah nampaknya itulah jawabannya.

Banyak. Banyak singa disekitar saya. Banyak sekali. Hanya saja saya yang terlalu bebal belajar "auman" dari mereka. Sungguh. Bebal sekali. Hingga saya lupa untuk bersyukur karena memiliki singa-singa hebat disekeliling saya. Ya Allah Alhamdulilllah... :)

Dan kau tau? Saya menemukan satu singa yang paling hebat yang saya kenal. Hebat sekali. Saya sungguh bersyukur telah diberi kesempatan untuk mengenalnya. Bersyukur. Beribu syukur. :).
Penasaran? Saya janji akan mengenalkan singa itu pada kalian di next story.
Sebelumnya, sudahkah anda bersyukur hari ini? Lets say Alhamdulillah. :))

1 komentar: